Beijing (ANTARA News) - Tiga orang tewas dan 79 lain cedera Rabu larut malam dalam ledakan di sebuah stasiun kereta-api di Urumqi, ibu kota Xinjiang, Tiongkok, kata media pemerintah.

Ledakan itu, yang menurut Kantor Berita Xinhua merupakan "serangan keras teroris", terjadi pada hari yang sama ketika Presiden Xi Jinping mengakhiri kunjungan ke wilayah bergolak itu, lapor AFP.

Ambulan dan kendaraan polisi telah melaju ke lokasi kejadian, kata Xinhua, dan polisi menutup semua jalan masuk ke kawasan stasiun itu.

Pelayanan KA dihentikan di stasiun itu, kata Xinhua mengutip seorang pejabat, sementara polisi mengungsikan penduduk dari daerah-daerah berdekatan.

Belum ada petunjuk mengenai penyebab ledakan itu.

Xinjiang, kawasan luas yang kelompok etnik terbesarnya Muslim Uighur, dilanda bentrokan-bentrokan mematikan dan pemerintah menyalahkan teroris namun kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa kerusuhan itu didorong oleh penindasan kultural.

Xi, selama kunjungannya yang berakhir Rabu, menyerukan penegakan hukum lebih keras namun juga peningkatan asimilasi minoritas.

Pada Juli 2009, ibu kota Xinjiang, Urumqi, menjadi lokasi bentrokan antara mayoritas Han dan minoritas Uighur yang menewaskan hampir 200 orang. Pada akhir Juni, 35 orang tewas dalam letusan kekerasan lain.

Kekerasan yang dialami orang Uighur pada 2009 telah menimbulkan gelombang pawai protes di berbagai kota dunia seperti Ankara, Berlin, Canberra dan Istanbul.

Orang Uighur berbicara bahasa Turki dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan adalah yang paling keras melontarkan kecaman dan menyebut apa yang terjadi di Xinjiang sebagai "semacam pembantaian".

Orang-orang Uighur di pengasingan mengklaim bahwa pasukan keamanan Tiongkok bereaksi terlalu berlebihan atas protes damai dan menggunakan kekuatan mematikan.

Delapan juta orang Uighur, yang memiliki lebih banyak hubungan dengan tetangga mereka di Asia tengah ketimbang dengan orang Tiongkok Han, berjumlah kurang dari separuh dari penduduk Xinjiang.

Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah Tiongkok berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Beijing tidak ingin kehilangan kendali atas wilayah itu, yang berbatasan dengan Rusia, Mongolia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan dan India, dan memiliki cadangan minyak besar serta merupakan daerah penghasil agas alam terbesar Tiongkok.

Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang Tiongkok Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.

Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.

Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi Tiongkok Han.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014