Dari segi harga, ternyata benih produsen lokal juga lebih kompetitif dengan kualitas benih tidak kalah dengan produksi industri multinasional asing."
Jakarta (ANTARA News) - Selama ini selalu digambarkan hanya perusahaan multinasional asing yang mampu memproduksi benih hortikultura ternyata sejumlah produsen dalam negeri membuktikan mampu menghasilkan benih tersebut.

Sejumlah perusahaan benih hortikultura nasional --tanpa ada penyertaan modal asing-- di Jawa Timur menyatakan kesiapannya untuk memenuhi kebutuhan benih hortikultura, komoditas sayuran dan buah-buahan, dalam negeri bahkan telah melakukan ekspor ke sejumlah negara.

Ketua Presidium Ikatan Produsen Benih Hortikultura (IPBH) Slamet Sulistyono di Jember, Jawa Timur, mengatakan, produksi benih yang dihasilkan industri benih lokal mampu bersaing dengan benih impor maupun produksi perusahaan asing.

"Benih impor tidak sesuai dengan iklim di Indonesia, bahkan daya adaptasinya rendah," katanya.

Dia menyatakan, industri benih lokal sesungguhnya mampu memenuhi seluruh kebutuhan benih hortikultura dalam negeri karena kapasitas produksinya melebihi permintaan.

Slamet yang juga Direktur Utama PT Benih Citra Asia (BCA) itu menyatakan, pada 2013 produksi benih sayuran industrinya mencapai 1,6 juta kilogram atau sekitar 1.600 ton dengan kapasitas produksi sebanyak 2.000 ton, sedangkan penjualan benih setiap tahun meningkat sekitar 30 persen.

Dia menyatakan, benih sayuran dan buah-buahan seperti cabai, tomat, kacang panjang, melon, semangka tersebut 100 persen diproduksi di dalam negeri oleh tenaga-tenaga lokal.

"Tidak ada sedikitpun benih ini yang diimpor, termasuk benih sumbernya," katanya.

Pimpinan PT Agri Makmur Pertiwi Junaidi Sungkono menyatakan Selama ini industri benih hortikultura di tanah air pada umumnya dijalankan oleh perusahaan multinasional.

"Kami yakin semua bisa dilakukan putra-putri Indonesia," katanya sembari menambahkan perusahaannya telah mampu memproduksi sendiri benih-benih sayuran dan buah seperti sawi hijau, paria, bayam, timun, cabai, kangkung, kacang panjang, semangka, melon serta jagung manis.

Produksi benih hortikutlura PT Agri Makmur Pertiwi pada tahun 2013 sebanyak 6.100 ton benih sedikit lebih rendah dari 2012 yang mencapai 7.362 ton namun pada 2014 pihaknya menargetkan sebanyak 11.000 ton.

Hingga saat ini perusahaan yang berdiri sejak 2008 tersebut telah memiliki sertifikat hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) sebanyak 42 vareitas.

Jumlah varietas yang telah dilepas pada 2013 mencapai 71 varietas yang mana 63 diantaranya merupakan benih hortikultura meningkat dibandingkan 2012 sebanyak 61 varietas bahkan pada 2009 baru 15 varietas.

Sesditjen Hortikultura Yul Bahar menyatakan, industri benih dalam negeri mampu memproduksi benih hortikultura dengan kualitas yang bersaing.

"Selama ini selalu dicitrakan bahwa (produsen) Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan benih sendiri. Kita mampu memproduksi benih hortikultura," katanya.

Harus berdaulat
Indonesia, menurut Yul Bahar, sudah saatnya berdaulat di subsektor hortikultura, sehingga jangan sampai komoditas tersebut dihajar di negeri sendiri maupun di negara lain.

Salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan kedaulatan di bidang perbenihan hortikultura yakni melalui Undang-undang no 13 tahun 2010 tentan Hortikultura, yang mana dalam salah satu pasalnya disebutkan investasi asing untuk industri perbenihan maksimal sebesar 30 persen.

Di Indonesia, tercatat sebanyak 12 perusahaan benih buah dan sayuran dimiliki oleh investor asing. Dari 12 perusahaan ini, sebanyak 9 perusahaan yang bergerak di bidang benih sayuran. Sedangkan tiga perusahaan lainnya bergerak di bidang benih tanaman pangan seperti jagung dan padi.

Dengan adanya aturan tersebut, maka perusahaan hortikultura yang dimiliki oleh asing wajib melepas sahamnya ke investor lokal.

Namun demikian, pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Benih Hortikultura Indonesia (Hortindo) bersama tiga petani yang membina ratusan petani di Jawa Barat telah mengajukan permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi pada 17 Februari 2014.

Para pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi dapat memberikan penafsiran konstitusional terhadap pengaturan mengenai penanaman modal asing untuk menghindari kerugian pada perekonomian nasional.

Pasal yang dimintakan untuk diuji dalam permohonan tersebut adalah Pasal 100 ayat 3 dan Pasal 131 ayat 2 dari UU Hortikultura. Pasal 100 ayat 3 membatasi besarnya penanaman modal asing pada usaha hortikultura paling banyak 30 persen.

Sedangkan Pasal 131 ayat 2 isinya adalah mewajibkan penanam modal asing yang sudah melakukan penanaman modal dan mendapatkan izin usaha wajib memenuhi ketentuan Pasal 100 ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 dalam jangka waktu 4 tahun sesudah UU Hortikultura mulai berlaku.

Ketua Umum Hortindo Afrizal Gindow menyatakan, penerapan UU No.13/2010 itu mengakibatkan dua perusahaan telah hengkang pada 2012 selain itu semakin meningkatnya benih impor hortikultura masuk ke Indonesia.

Peran asing dalam pembangunan benih hortikultura nasional, menurut dia, terlihat setidaknya dalam 5 tahun ke belakang, dimana dalam rentang waktu itu, perusahaan-perusahaan asing berhasil menciptakan benih yang tahan dan lebih toleran terhadap masalah virus.

Teknologi yang disebut dengan penciptaan plasma nutfah atau gen donor, dikuatirkan akan dibawa keluar secara serentak apabila regulasi tersebut tetap diberlakukan secara ketat dan tanpa pengecualian.

Menteri Pertanian Suswono menegaskan tujuan dari undang-undang Hortikultura untuk memberi kesempatan pada pemodal dalam negeri untuk memanfaatkan potensi hortikultura di Indonesia.

Sementara itu Sekretaris Umum IPBH, M. Aris menyangkal jika teknologi pengembangan benih hibrida hanya bisa dilakukan oleh perusahaan internasional.

Menurut dia, sebagian besar benih yang diproduksi produsen benih hortikultura nasional sudah hibrida dan produktivitasnya memang tinggi.

"Seratus persen kami siap produksi benih hortikultdura hibrida," katanya.

Direktur CV Multi Global Agrindo (MGA) Mulyono Herlambang mengungkapkan, tidak benar anggapan bahwa sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak memiliki kapasitas dan modal untuk mengembangkan industri pembenihan.

Sebaliknya produk pembenih Indonesia hortikultura skala Usaha Kecil Menengah (UKM) bahkan telah mampu menembus ke pasar ekspor, seperti yang dilakukan pihaknya sejak sejak 10 tahun lalu dengan pasar tujuan Jepang, Korea, China dan Taiwan.

Sejumlah komoditas benih buah hortikultura yang ditawarkan seperti melon, tomat mini,pepaya, pare dan kangkung, dari sejumlah komoditas itu, pihaknya berhasil mengkomersialisasikan 15 varietas benih.

Produksi benih yang diekspor mencapai 3.000 killogram (kg). Dari ekspor sebesar itu, Mulyono meraih omzet tidak kurang dari Rp4 miliar/tahun.

Mulyono menegaskan,komoditas hortikultura yang diekspor itu merupakan varietas tanaman hibrida, pada saat sementara kalangan dari industri benih buatan asing meragukan kemampuan pembenih nasional menguasai teknologi untuk menghasilkan varietas benih yang unggul.

Dari segi harga, ternyata benih produsen lokal juga lebih kompetitif dengan kualitas benih tidak kalah dengan produksi industri multinasional asing.

Rudijanto Soetikno seorang distributor benih di Malang, menyatakan, petani menghemat Rp20.000 untuk mendapatkan benih jagung karena harga benih jagung lokal Rp40.000 per kilogram, tapi kalau benih buatan produsen asing Rp 60.000 per kilogram.

Tak hanya PT MGA maupun Benih Citra Asia sebagai produsen benih dalam negeri yang sudah mengekspor benih hortikultura namun Matahari Seed juga sudah melakukannya.

"Ini bisnis idealis. Kalau benih sudah dikuasai asing, sama saja menyerahkan kedaulatan pangan ke asing," ujar Mulyono yang mantan Petugas Penyuluah Lapangan itu.

Kini yang diperlukan tinggal dukungan dan kesungguhan pemerintah terhadap produsen-produsen benih lokal dalam upaya mempertahankan kedaulatan perbenihan hortikultura nasional seperti diamanatkan dalam UU no 13 tahun 2010.

Oleh Subagyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014