Kami berharap ke depan hal-hal seperti ini harus dievaluasi
Tulungagung (ANTARA News) - Kepala SMPLB-B Tulungagung, Jawa Timur, Sudarminto mengeluhkan bobot mata ujian Bahasa Indonesia yang dinilai terlalu berat dan tidak sesuai standar kemampuan siswa didik berkebutuhan khusus di daerah.

"Hampir setiap soal pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kemarin dibuat lebih dari dua baris, itu melelahkan untuk siswa SMPLB, terutama yang kelompok tuna rungu karena mereka hanya mengandalkan mata," katanya saat memantau pelaksanaan UN SMPLB di sekolahnya, Selasa.

Tidak hanya mengkritisi metode dan keredaksian penyusunan soal yang terlalu panjang, Sudarmaji yang telah 31 menggeluti dunia pendidikan bagi siswa berkepribadian khusus juga menyebut bobot pertanyaan pada naskah UN kurang menyesuaikan standar kemampuan siswa luar biasa di daerah.

Indikasi itu, disebutnya jelas terlihat saat siswa menyelesaikan pengerjaan soal pada hari pertama, dimana hampir semua peserta UN mengeluhkan beratnya soal yang barusan dikerjakan.

Pemandangan serupa juga terlihat pada hari kedua dengan mata pelajaran matematika.

"Saya juga berkoordinasi dengan teman-teman pengajar SMPLB di daerah lain yang menyelenggarakan ujian nasional, dan keluhannya rata-rata sama," ujarnya.

Ia mensinyalir, tim pembuat naskah UN di pusat kurang mempertimbangkan kesenjangan standar pelajaran ataupun kurikulum antara SMPLB di ibukota dengan di daerah.

"Kami berharap ke depan hal-hal seperti ini harus dievaluasi," cetusnya.

Di SMPLB-B Tulungagung, tempat Sudarmaji mengajar, UN diikuti oleh lima siswa tuna rungu.

Ujian nasioanl sejenis juga digelar di SMPLB-A Campurdarat dan SMPLB-D Kalangbret.

Berbeda dengan pelaksanaan UN di sekolah umum/reguler, kata Sudarmaji, siswa SMPLB perlu pendekatan khusus untuk menyemangati mereka mengikuti ujian nasional.

Guru pengajar ataupun panitia penyelenggara UN tingkat sekolah bahkan harus rela "jemput bola" ke rumah para siswa demi memastikan peserta datang ke ruang ujian nasional.

Kondisi tersebut paling parah terjadi di sekolah luar biasa di pelosojk kecamatan/desa, karena biasanya animo siswa dalam mengikuti UN sangat rendah.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014