Kita lihat pelakunya di televisi seakan-akan insaf, dengan hukuman tiga tahun sudah bebas kembali dan masyarakat lupa
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri sepakat dengan hukuman kebiri kimia diterapkan kepada pelaku kekerasan seksual.

"Saya sangat setuju sekali," kata Mensos pada jumpa pers terkait kekerasan seksual pada anak di Jakarta, Jumat.

Mensos juga setuju dengan revisi Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dengan hukuman minimal pelaku 15 tahun dan maksimal seumur hidup atau kebiri.

Berdasarkan peraturan sebelumnya, hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan seksual adalah 15 tahun penjara. Hukuman tersebut dinilai kurang memberikan efek jera.

Kebiri kimia adalah memasukkan bahan kimia antiandrogen ke dalam tubuh melalui suntikan atau pil yang diminum.

Antiandrogen berfungsi melemahkan hormon testosteron sehingga hasrat seksual orang yang mendapat suntikan atau minum pil tersebut berkurang atau bahkan hilang sama sekali.

"Kita lihat pelakunya di televisi seakan-akan insaf, dengan hukuman tiga tahun sudah bebas kembali dan masyarakat lupa. Seharusnya ada tanda khusus bagi pelaku kekerasan seksual itu," tambah Mensos.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah menyiapkan Instruksi Presiden terkait upaya peningkatan perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan.

Pada rapat tentang implementasi program perlindungan anak terhadap kekerasan dan kejahatan seksual di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu juga muncul usul untuk merivisi UU Perlindungan Anak.

Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) serta lembaga terkait segara merevisi UU tersebut khususnya dalam upaya memperberat sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap anak.

Menurut Mensos, revisi tersebut terkait dengan komitmen Komisi VIII DPR RI dan diharapkan dalam empat bulan ke depan segera terealisasikan.

Lebih lanjut dia mengatakan, hukuman maksimal tersebut layaknya diberikan kepada pelaku dewasa, sementara bagi pelaku yang masih di bawah umur atau anak-anak harus berdasarkan undang-undang perlindungan anak, yaitu rehabilitasi.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014