Di tengah kesibukannya sebagai jaksa karier, dia sering mengisi waktunya dengan menulis"
Jakarta (ANTARA News) - Rumah Budaya Rumata kembali menggelar festival penulis internasional "Makassar International Writers Festival" (MIWF) yang telah memasuki tahun keempat dengan tema Finding Sincerity (menemukan kesejatian).

MIWF akan diselenggarakan pada 4-7 Juni di kawasan bersejarah Fort Rotterdam, Makassar, dengan memberi penghargaan khusus kepada pemikir, penulis, penegak hukum dan pejuang hak asasi manusia asal Sulawesi, Baharuddin Lopa.

"Setiap penyelenggaraan kami selalu mengambil inspirasi dari tokoh intelektual atau sastrawan yang lahir, besar atau punya kaitan emosional dengan Makassar. Baharuddin Lopa menekankan pada inspirasi itu," kata Direktur MIWF Lily Yulianti Farid dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat.

Menurut Lily, Baharuddin yang pernah menjabat Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, anggota Komnas HAM, dan Jaksa Agung Republik Indonesia itu adalah penegak hukum yang tidak pandang bulu.

"Kaitannya dengan festival ini adalah inspirasi yang ditinggalkan. Di tengah kesibukannya sebagai jaksa karier, dia sering mengisi waktunya dengan menulis," ujar Lily.

MIWF juga secara khusus mengapresiasi karya sastra dan non sastra yang menitikberatkan keberanian mengungkap kebenaran yang antara lain ditunjukkan almarhum Baharuddin Lopa. Terdapat juga apresiasi kepada tokoh HAM Munir melalui Forum Demokrasi dan HAM bersama Suciwati, istri Munir.

MIWF memiliki konsep yang khas, dengan mengundang penulis mancanagara, Indonesia dan dari Makassar untuk mengenalkan karya dan pemikiran mereka kepada masyarakat kota.

"Kita punya kegiatan selain memperkenalkan sastra internasional ke publik Makassar tetapi juga memperkenalkan sastra dari Indonesia timur, khususnya Makassar, ke tamu-tamu internasional, ke media dari luar negeri," jelas sutradara film Riri Riza yang juga pendiri Rumah Rumata.

Riri menambahkan, didukung Pemerintah Kota Makassar dan sponsor, MIWF menjadi kegiatan budaya yang bisa dinikmati secara gratis oleh warga selama empat hari melalui acara diskusi, workshop, pembacaan karya hingga panggung komunitas sehingga MIWF menjadi kegiatan lintas bidang yang melibatkan seni, budaya, musik, film, pariwisata, dan desain grafis.

"Kegiatan ini juga memperkenalkan apa sih yang ada di Makassar. Kita punya kuliner, pariwisata pulau yang bagus, tradisi, kerajinan khas seperti sutra, tenun, dan lainnya yang bisa diperkenalkan lebih jauh," jelas Riri.

Dengan menargetkan 5.000 pengunjung, MIWF juga menampilkan program khusus seperti film dokumenter pendek karya sutradara dari kampung kelahiran Baharuddin Lopa, Pambusuang, Sulawesi Barat,

Pembacaan dramatik Babad Diponegoro oleh Landung Simatupang, presentasi karya penulis Indonesia Timur, serta diskusi sastra dan politik di tengah riuhnya Pemilu 2014.

Penulis yang diundang antara lain Ma Thanegi, penulis dan aktivis HAM dari Myanmar, penulis novel dan kritikus sastra dari Malaysia Wan Nor Azriq, peneliti media massa Amerika Serikat, Prof Janet Steele, novelis dan penyair Filipina, BBP Hosmillio, penyair Australia Gyan Evans, sejarawan dan penulis Inggris,  Peter Carey.

Dari Indonesia, hadir antara lain sastrawan Linda Christanty dan Eka Kurniawan, penyair Deddy Arsyah dan Okka Barokah, penulis dan peneliti Dr Wijaya Herlambang, serta enam penulis Indonesia Timur yang diseleksi khusus kurator MIWF, yaitu Ama Achmad (LuwukBanggai), Amaya Kim (Kendari), Pringadi AS (Sumbawa), Louie Buanadan Ran Jiecess (Makassar), Saddam HP (Kupang).

Pewarta: Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014