... tujuannya adalah lolos dari pertempuran Grup G dengan Jerman, Ghana, dan Amerika Serikat... "
Lisbon (ANTARA News) - Paulo Bento memiliki kenangan-kenangan pahit sebagai pesepak bola, namun sebagai pelatih ia telah memberi banyak alasan kepada Portugal untuk bangga terhadap tim nasional mereka.

Selecao berada pada situasi terpuruk ketika ia diminta menggantikan Carlos Queiroz pada 2010, pada awal kualifikasi Piala Eropa 2012.

Bento mengubah tim yang hanya mampu bermain imbang 4-4 dengan Sipurs menjadi salah satu tim yang mampu mencapai semifinal di Polandia dan Ukraina, di mana mereka disingkirkan Spanyol melalui adu penalti.

Bento, yang akan berusia 45 tahun pada Juni, mengecilkan pembicaraan mengenai peluang-peluang Portugal untuk memberi dampak besar di Piala Dunia. 

Ia menegaskan tujuannya adalah lolos dari pertempuran Grup G dengan Jerman, Ghana, dan Amerika Serikat, namun timnya yang diinspirasi Cristiano Ronaldo akan perlu melakukannya dengan serius.

Bento, yang belakangan ini telah menandatangani perpanjangan kontrak sampai 2016, telah melihat perkembangan besar pada penampilan-penampilan internasional Pemain Terbaik Dunia Ronaldo, yang telah mencetak 26 gol dari 33 pertandingan untuk Portugal sejak Oktober 2010.

Sebelum Bento ditunjuk, Ronaldo telah mencetak 23 gol dari 77 penampilannya. Namun tidak mengherankan jika Ronaldo merasa nyaman berada di timnas.

Ketika sang pemain sayap itu mulai mencuri perhatian di Sporting Lisbon sebagai pemain remaja, Bento merupakan pemain senior yang dihormati di klub tersebut.

"Saya bermain dengan Paulo dan mempelajari banyak hal dengan dia ketika ia masih menjadi pemain," kata Ronaldo. "Pekerjaannya sekarang berbeda, namun ia masih sama dalam hal cara ia berurusan dengan para pemain. Ia tidak dapat berubah."

Kehormatan dan kebanggaan

Sejumlah pemain lain, seperti kiper Rui Patricio, Joao Moutinho, dan Miguel Veloso bermain di bawah arahan Bento ketika ia melatih Sporting, mengawal periode tersukses sepanjang sejarah mereka belakangan ini.

Bento berbicara blak-blakan. Ketika Ricardo Carvalho meninggalkan kamp latihan tim nasional sebelum pertandingan melawan Siprus pada 2011, ia menyebut sang pemain sebagai "desertir."

Carvalho tidak pernah dipanggil lagi, namun siapapun yang mendapat kepercayaan Bento dan mengembalikannya dengan penampilan konsisten di atas lapangan, dan setelah Portugal kalah dari Spanyol pada Piala Eropa 2012, sang pelatih menyebutkan bahwa timnya tersingkir "dengan kehormatan dan kebanggaan."

Ia meninggalkan Sporting pada 2009 setelah laju hasil yang buruk, namun timnya menduduki peringkat kedua di bawah Porto sebanyak dua kali dan mencapai fase gugur Liga Champions.

Bento bermain di tim Sporting yang meraih gelar ganda pada 2002, menyeberangi Lisbon setelah sebelumnya memperkuat Benfica.

Di antaranya, gelandang bertahan pekerja keras ini menghabiskan waktu di Spanyol bersama Real Oviedo, ketika ia juga menorehkan 35 penampilan untuk timnasnya.

Namun karir internasionalnya mungkin paling diingat saat ia terlibat di pertandingan semifinal dramatis Piala Eropa 2000, ketika mereka kalah 1-2 dari Prancis di Brussel.

Pasukan Humberto Coelho merasa geram ketika Prancis mendapat penalti pada akhir masa tambahan waktu setelah tangan Abel Xavier terkena bola tembakan Sylvain Wiltord, dan Bento menegur para ofisial pertandingan setelah Zinedine Zidane mengonversi penalti.

Sebagai hasilnya, Bento diskors selama enam bulan, namun ia kembali tampil di Piala Dunia 2002.

Turnamen itu kembali menghadirkan pengalaman tidak menyenangkan, ketika tim yang berbakat tersingkir pada hadangan pertama, dan Bento tampil ketika mereka kalah 0-1 dari salah satu tuan rumah Korea Selatan pada penampilan internasional terakhirnya.

Tersingkir lebih dini semestinya bukanlah sesuatu yang direnungi Bento pada Piala Dunia pertamanya sebagai pelatih.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014