Khusus masyarakat Bali bisa digunakan untuk melakukan upacara `Ngaben`...
Denpasar (ANTARA News) - Peserta program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Bali mendapat manfaat tambahan, karena peserta yang meninggal dunia akan mendapat santunan sebesar Rp21 juta.

"Jika peserta program BPJS Ketenagakerjaan ini meninggal dunia, ada santunan Rp21 juta. Khusus masyarakat Bali bisa digunakan untuk melakukan upacara Ngaben, sehingga keluarganya tidak bingung mencarikan dana talangan untuk upacara pembakaran jenazah itu," kata Kabid Pemasaran Formal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Bali, Anak Agung Karma Krisnadi, di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan santunan kematian ini diberikan jika peserta meninggal di luar hubungan kerja. Jika meninggal akibat kerja, perhitungannya 60 persen dikali 80 bulan upah. Iuran jaminan kematian hanya 0,3 persen dari upah.

"Misalnya upah Rp1 juta dikali 0,3 persen sama dengan Rp3 ribu. Normalnya dari Rp3 ribu mencapai Rp21 juta memerlukan tujuh ribu bulan," katanya.

Karma Krisnadi mengatakan pembayaran santunan atau klaim juga bisa dilakukan kapan saja, sepanjang data lengkap. Tidak ada istilah kadaluwarsa dalam pembayaran santunan. Jika karena kesibukan perusahaan, pengurusan klaim bisa dilakukan belakangan asalkan ada penjelasan mengapa terlambat dalam pengurusan ini.

Manfaat lainnya, kata dia, jika yang meninggal keluarga inti dari peserta (istri atau suami dan anak), akan mendapat uang penguburan Rp2 juta. Khusus untuk anak diberikan kepada anak yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah.

"Prinsip yang dikembangkan dalam jaminan ketenagakerjaan ini adalah yang sehat membantu yang sakit, yang berpenghasilan besar membantu yang berpenghasilan kecil, dan yang muda membantu yang tua," ujarnya.

Terkait perlindungan perusahaan di Bali, Karma Krisnadi menyatakan banyak perusahaan di Bali yang merasa sudah nyaman dengan kondisi yang ada. Dari 10.000-an perusahaan di Bali, baru 4.100 atau 60 persen yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Banyak perusahaan yang merasa tidak perlu memberi jaminan kepada tenaga kerjanya. Bahkan ada perusahaan yang didatangi BPJS atau Jamsostek mengatakan hanya tunduk kepada UUD 1945, dan bukannya kepada UU yang mengatur jaminan bagi tenaga kerja," katanya. (*)

Pewarta: I Komang Suparta
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014