Kalau ada kesungguhan, dia sudah mulai membangun, atau dia memberikan jaminan (akan dibangun). Rencana bisnis sudah ada, sudah bikin nota kesepahaman dengan Antam, tapi realisasinya belum ada,"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat menganggap PT Freeport Indonesia tidak sungguh-sungguh untuk membangun pabrik pengolahan bahan mentah atau smelter.

"Kalau ada kesungguhan, dia sudah mulai membangun, atau dia memberikan jaminan (akan dibangun). Rencana bisnis sudah ada, sudah bikin nota kesepahaman dengan Antam, tapi realisasinya belum ada," ujar Menperin Mohamad S Hidayat saat ditemui Antaranews.com di Jakarta, Rabu.

Menperin mengatakan, apabila Freeport menunjukkan itikad baiknya dengan mulai membangun smelter, maka pemerintah membuka ruang untuk negosiasi terhadap konsentrat tembaga miliknya yang saat ini dalam keadaan menumpuk,

"Kalau yang tembaga, terutama Freeport, yang konsentrat tembaganya menumpuk, itu kalau dia sudah menunjukkan untuk membangun smelter yang diperintahkan undang-undang, sebetulnya bisa dinegosiasikan," ujarnya.

Menurut Menperin, tidak ada tawar menawar terkait Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, di mana pada 2014 seluruh perusahaan pertambangan hanya boleh mengekspor barang tambang setelah diolah melalui smelter.

Bahkan, lanjutnya, pemerintah Indonesia tidak akan bergeming ketika Jepang sebagai pengimpor 60 persen kebutuhan nikelnya dari Indonesia, mempersoalkan ketetapan ini ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).

"Pihak jepang teriak-teriak. Sekarang dia coba mempersoalkan kami di WTO. Tetap tidak bisa. Karena sudah lebih dari 30 tahun bahan mentahnya dilayani Indonesia. Jadi, sekarang kami ajak mereka investasi di sini," katanya.

Menperin menambahkan, Pascapengesahan UU tersebut, terdapat perusahaan dari Tiongkok yang ingin berinvestasi di Indonesia.

Pengolahan barang tambang mentah menjadi memiliki nilai tambah wajib dilakukan di smelter milik perusahaan tambang bersangkutan atau melalui smelter milik perusahaan domestik.(*)

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014