New York (ANTARA News) - Punya anak menyebabkan perubahan aktivitas otak pada para ibu dan ayah baru dan hasil studi terkini menambahkan bukti perubahan pola aktivitas otak serupa pada pria gay yang mengasuh anak-anak yang mereka dapat dari ibu pengganti.

Hasil studi terkini yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menunjukkan, pola aktivitas otak para pria gay menyerupai aktivitas otak dari para ibu dan ayah baru.

Studi yang dilaporkan pada Senin (26/5) itu dilakukan di Israel dan dibangun berdasarkan hasil kerja ahli neuropsikologi Ruth Feldman dari Bar-Ilan University dan lainnya.

Menurut studi itu, otak para ibu baru menjadi hiper-reaktif ketika anak mereka menangis atau memberikan isyarat emosional yang lain.

Tidak jelas apakah pola itu merupakan hasil dari perubahan hormonal dan perubahan lain yang menyertai kehamilan atau respons terhadap pengalaman keibuan.

Untuk mencari tahu, Feldman dan koleganya merekam 89 ibu dan ayah baru berinteraksi dengan bayi mereka di rumah.

Mereka kemudian mengukur aktivitas otak para orangtua saat menyaksikan rekaman video itu di tabung MRI, dan melakukannya lagi (untuk membangun data dasar) saat menyaksikan video tanpa anak-anak mereka di dalamnya.

Pada 20 ibu dalam studi itu, semua pengasuh utama, melihat bayi-bayi mereka memicu peningkatan aktivitas bagian otak yang memproses emosi, khususnya dalam struktur yang disebut amygdala, yang lima kali lebih aktif dari normal.

"Ini adalah daerah yang secara tidak sadar merespons tanda-tanda kebutuhan bayi, dan itu berasal dari emosi mendalam saat melihat bayi mereka," kata Feldman.

Pada 21 ayah heteroseksual - yang sangat terlibat dalam pengasuhan bayi dengan istri sebagai pengasuh utama - melihat bayi meningkatkan aktivitas sirkuit kognitif, khususnya pada struktur yang menafsirkan tangisan bayi dan isyarat non-verbal lain.

Bagian otak inilah yang menggeliatkan makna "saya akan menjerit" dan yang berarti "salini aku."

Aktivitas otak 48 ayah gay yang mengasuh anak bersama pasangan mereka terlihat seperti ibu sekaligus ayah.

Sirkuit emosional mereka sama aktifnya dengan para ibu dan sirkuit penafsiran mereka menunjukkan kesamaan aktivitas dengan para ayah heteroseksual.

Idealnya para ilmuwan akan melakukan pencitraan syaraf pada pria dan perempuan sebelum dan sesudah mereka menjadi orangtua untuk menunjukkan secara pasti bahwa peningkatan aktivitas terjadi mengikuti kedatangan bayi dan tidak ada sebelumnya.

Namun sampai mereka bisa melakukan itu, Feldman meyakini adanya tanda-tanda kegiatan pengasuhan pada otak.

Satu petunjuk: pada ayah gay ada jalur komunikasi ekstra antara struktur emosi dan kognitif otak dan hal ini tidak terjadi pada ayah heteroseksual.

Semakin lama seorang pria menghabiskan waktu menjadi pengasuh utama, semakin besar keterhubungannya. Ini tampak seperti melakukan dua peran pengasuhan sekaligus membuat otak memadukan struktur yang diperlukan untuk melakukan keduanya.

"Otak ayah sangat plastis. Ketika ada dua ayah, otak mereka harus merekrut kedua jaringan, emosional dan kognitif, untuk pengasuhan yang optimal," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.

Hasil penelitian tersebut bisa memunculkan perdebatan tentang apakah pria gay diperbolehkan mengadopsi anak.

Saat ini banyak lembaga adopsi Amerika Serikat tidak mau bekerja dengan pasangan sejenis dan beberapa negara bagian melarang mereka mengadopsi.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014