...menginginkan otonomi lebih luas dari Tripoli bagi wilayah timurnya...
Tripoli (ANTARA News) - Pemimpin para pemrotes yang menduduki pelabuhan-pelabuhan minyak Libya, Ibrahim Jathran, pada Senin, mengatakan tidak mengakui pemerintahan baru Perdana Menteri Ahmed Maiteeq, dan menyatakan satu perjanjian yang telah disetujui sebelumnya untuk mengakhiri blokadenya dapat berada dalam bahaya.

Ibrahim Jathran, yang menginginkan otonomi lebih luas dari Tripoli bagi wilayah timurnya, sepakat dengan orang yang digantikan Meiteeq untuk menghentikan protes-protes, yang telah menurunkan ekspor minyak negara anggota OPEC setelah pelabuhan-pelabuhan jatuh di bawah kekuasaannya musim panas lalu.

Pernyataan Jathran itu meningkatkan penentangan terhadap Maiteeq, seorang pengusaha yang didukung Ikhwanul Muslimin, yang diangkat dua pekan lalu dalam satu pemungutan suara parlemen yang memicu faksi-faksi anti-Islam menantang keabsahannya.

Parlemen Libya, Kongres Umum Nasional lumpuh akibat perseteruan di antara kelompok pro dan anti-Islam, suku dan faksi-faksi yang bersaing untuk merebut pengaruh yang kacau setelah pemberontakan yang menggulingkan dan membunuh Muammar Gaddafi tahun 2011.

"Semua opsi tersedia," kata Jathran, tanpa mengacu langsung pada perjanjian nengenai minyak itu." Jika parlemen tetap dengan keputusannya menyangkut pemerintah baru, maka kami akan mengambil satu sikap berbeda ketimbang yang kami buat sebelumnya."

Menutup terus pelabuhan-pelabuhan itu akan memukul pemerintah baru Maiteeq, dengan produksi minyak negara itu menurun mnjadi 160.000 barel per hari karena blokade Jathran dan protes-protes pipa lainnya.

Dalam satu kesulitan lebih jauh, seorang wakil ketua parlemen mengirim satu surat Senin kepada orang yang digantikan Maiteeq, Abdullah al-Thinni, meminta dia untuk kembali memangku jabatannya karena satu badan kementerian kehakiman memutuskan pemilihan Maiteeq oleh parlemen sebelumnya tidak sah.

Tidak jelas bagaimana Thinni akan menanggapi permintaan itu, yang juru bicaranya mengatakan ia menerima. Ia minta mundur dari jabatan perdana menteri setelah para pria bersenjata menyerang keluarganya. Orang yang digantikannya disingkirkan oleh parlemen Maret.

Tiga tahun setelah Gaddafi digulingkan, brigade-brigade bekas pemberontak yang bersaing bersekutu dengan faksi-faksi politik yang bersaing ntuk memegang kekuasaan, sering menjadi tantangan pemerintah pusat yang lemah untuk membuat tuntutan mereka sendiri.

Seorang mantan jenderal angkatan darat yang membangkang, Khalifa Haftar, juga menentang pengangkatan Maiteeq sebagai perdana menteri ketiga sejak Maret, mencerminkan kemelut politik yang semakin dalam.

Sepekan lalu, para pria bersenjata yang mengklaim setia kepada Haftar menyerang parlemen sebagai bagian dari kampanyenya menentang kelompok Islam, dan ia menuntut para anggota parlemen mrnyerahkan kekuasaan kepada satu tim hakim.

Haftar, mantan sekutu Gaddafi yang kemudian membangkang tahun 1980-an dan lari ke Amerika Serikat, mengklaim pasukannya sedang bertempur untuk menghalau milisi-milisi Islam karena pemerintah dan parlemen melakukan tindakan itu.

Libya mengusulkan pemilu awal Juni untuk memilih para anggota parlemen baru, kendatipun Mateeq , Senin mengatakan ia mengharapkan pemerintahnya akan tetap bertahan setelah pemilihan parlemen baru.

(H-RN)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014