Penambahan waktu pilpres itu justru menimbulkan keraguan dari banyak pihak mengenai keabsahan pemilu dan legitimasi presiden terpilih,"
Kairo (ANTARA News) - Calon Presiden Abdel Fatah Al Sisi diperkirakan dalam perhitungan sementara memperoleh kemenangan mutlak dalam pemilihan presiden Mesir, yang berlangsung tiga hari, Senin-Rabu.

Mantan Panglim Militer itu, yang berperan penting melengserkan Presiden Mohamed Moursi pada tahun lalu, mengungguli pesaing tunggalnya, Hamdeen Sabahi.

Kedua calon presiden tersebut tampil sendiri tanpa didampingi calon wakil presiden.

Pemilihan presiden pertama pascapelengseran Moursi tersebut semula dijadwalkan berlangsung dua hari, namun secara mendadak menjelang penutupan kotak suara pada Selasa petang, Komisi Pemilihan menambah waktu 24 jam atau satu hari lagi hingga Rabu.

Beberapa kalangan menduga penambahan waktu pilpres itu untuk menjaring lebih banyak pemilik hak suara untuk menambah jumlah pemilih di tengah rendahnya partisipasi masyarakat.

"Penambahan waktu pilpres itu justru menimbulkan keraguan dari banyak pihak mengenai keabsahan pemilu dan legitimasi presiden terpilih," kata analis politik Mesir Abdel Basit Ibrahim kepada Antara di sela pemantauan hasil pilpres di kantor pusat Komisi Pemilihan Presiden di Kairo, Kamis.

Dalam pemantauannya, Ibrahim menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden baik di hari pertama dan kedua maupun penambahan waktu di hari ketiga.

Padahal, katanya, Al Sisi sebelumnya sesumbar mengatakan akan mendapatkan dukungan besar masyarakat untuk memimpin negeri berpenduduk 86 juta jiwa ini.

Menurut Ibrahim, perkiraan awal tingkat partisipasi masyarakat hanya berkisar 20-35 persen dari total daftar pemilih tetap sebanyak 53,9 juta pemilih.

"Hasil tersebut mencerminkan Al Sisi gagal mendapatkan dukungan besar masyarakat seperti ia gembar-gemborkan bakal mendapat dukungan mutlak masyarakat," katanya.

"Artinya, ia (Al Sisi) kalah dengan Presiden Moursi yang mendapat dukungan besar masyarakat dalam pilpres dua tahun silam," kata ibrahim merujuk pada pilpres tahun 2012 yang dinilai dunia internasional sebagai pemilu paling demokratis dalam sejarah Mesir modern.

Hal ini sangat mengkhawatirkan masa depan pemerintahan yang kemungkinan rentan diganggu oposisi, katanya.

Sementara itu, hasil hitung cepat yang dilakukan media massa setempat menunjukkan Al Sisi meraih lebih 90 persen suara, mengungguli saingannya, tokoh berhaluan kiri Hamdeen Sabahi.

Ikhwanul Muslimin pendukung Moursi yang tergabung dalam "Aliansi Nasional Anti-Kudeta" memboikot pilpres tersebut.

Pendukung Moursi juga berikrar akan terus melancarkan aksi protes menentang apa yang disebut "pemerintah kudeta".

Pewarta: Munawar Saman Makyanie
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014