Memang sah saja seorang capres menjamin kebebasan pers tapi itu pandangan mundur ke belakang."
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat media dan politik Ignatius Haryanto menyatakan seorang calon presiden (capres) yang menjamin kebebasan pers merupakan pandangan mundur ke belakang.

"Memang sah saja seorang capres menjamin kebebasan pers tapi itu pandangan mundur ke belakang," kata Ignatius di Jakarta Jumat.

Ignatius beralasan kebebasan pers telah diatur Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

Selanjutnya, ayat (2) menyebutkan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

Sedangkan ayat (3) bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Selanjutnya, ayat (4) bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Ignatius juga menjabarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 mengatur setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Ignatius menegaskan setiap pejabat maupun presiden di Indonesia tidak dapat menjamin kebebasan pers secara pribadi karena sudah diatur undang-undang.

"(Kebebasan pers) tidak perlu dengan jaminan pribadi seperti itu yang justru akan menjadi sela untuk bisa mengatasnamakan UU kepada pers bila dia jadi presiden," ujar Ignasius.

Ignatius mengomentari pernyataan Capres Prabowo Subianto tentang menjamin kebebasan pers jika terpilih menjadi presiden di Surabaya Jawa Timur Kamis (29/5).

Ignatius meminta setiap pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres) tidak membuat pernyataan kebebasan pers yang dikaitkan dengan jaminan pribadi.

Pasalnya, masyarakat dan awak media massa telah menikmati kebebasan pers yang telah berkembang dan menjadi hal sensitif di Indonesia.

Ignatius mengingatkan jaminan pribadi kebebasan pers jangan dijadikan alat untuk membatasi kreativitas media massa di Indonesia.

Ignatius menggambarkan saat Presiden Soeharto menjamin dan menghargai kebebasan pers namun atas nama regulasi atau UU yang diciptakan justru membungkam dan "membredel" pers dengan alasan kepentingan negara padahal faktanya kepentingan pribadi.

Pemilu presiden pada 9 Juli 2014 akan diikuti dua pasangan capres dan cawapres yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. (*)

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014