Pasalnya kita sudah mengalami defisit minyak bumi sebesar 608 ribu barrel per hari. Kita sangat butuh biodiesel untuk menekan defisit tersebut,"
Banjarmasin (ANTARA News) - Anggota Komisi IV DPR-RI Habib Nabiel Fuad Almusawa menolak wacana dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tentang penurunan, bahkan penghapusan bea keluar biodiesel untuk memperkuat pasar.

"Pasalnya kita sudah mengalami defisit minyak bumi sebesar 608 ribu barrel per hari. Kita sangat butuh biodiesel untuk menekan defisit tersebut," ungkapnya dalam keterangan pers kepada wartawan di Banjarmasin, Sabtu.

"Sementara biodisel terbukti mampu mensubstitusi solar. Ini malah mau diekspor. Penurunan apalagi penghapusan Bea Keluar (BK) sama saja dengan mendorong ekspor biodiesel," lanjut legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan itu.

Ia mengungkapkan, Kemenperin sudah mengevaluasi pembebasan BK untuk produk hilir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang kebutuhan di dalam negeri tidak maksimal, termasuk didalamnya biodiesel.

Kemenperin menganggap Biodiesel seharusnya tidak dikenai BK karena sudah merupakan produk akhir. Pengurangan atau bahkan penghapusan diperlukan untuk memperkuat pasar.

"Pembahasan revisi penerapan BK untuk produk hilir sawit tersebut sudah final dilakukan di Kemenperin. Hasil tersebut dibawa ke tahapan selanjutnya, pembahasan antarkementerian," ungkapnya.

"Kalau serapan di dalam negeri masih belum maksimal, maka jangan menempuh solusi pintas dengan penurunan, apalagi penghapusan BK. Cari jalan dan lakukan upaya agar serapannya bisa maksimal," saran alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat itu.

Ia berharap, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Negara BUMN dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak menyetujui wacana penghapusan BK tersebut.

Begitu pula Kementerian ESDM harus punya cara untuk memaksimalkan serapan biodiesel di dalam negeri, ujar wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu.

Sedangkan Kementerian Negara BUMN agar mendesak Pertamina untuk menyerap semua kelebihan produksi biodiesel yang ada. Kemudian Kemendag berupaya agar tidak terjadi defisit transaksi perdagangan, saran politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

"Dengan ekspor biodiesel, memang kita akan mendapatkan devisa. Tapi devisa kita juga akan lebih terkuras dengan impor minyak bumi. Cobalah setiap kementrian berfikir lebih sistematis dan lintas sektoral kalau mengambil kebijakan, jangan menyelesaikan masalah tapi menimbulkan masalah baru," ujarnya.

"Penurunan, apalagi penghapusan BK berarti pengurangan pendapatan negara dari pajak. Saya harap Kemenkeu tidak setuju, coba sinkronkan dengan program pengurangan impor minyak dan intensifikasi biodiesel kementrian ESDM," demikian Habib Nabiel.
(KR-SHN/H005)

Pewarta: Syamsuddin Hasan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014