Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kehutanan akan mengembangkan jasa lingkungan (Payment Environmental Services/PES) di kawasan konservasi.

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Sony Partono di Jakarta, Selasa, menyatakan kawasan konservasi memiliki potensi jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti jasa lingkungan air, panas bumi maupun wisata alam.

"Ke depan penjualan dari produk kayu harus diturunkan sebaliknya jasa lingkungan harus ditingkatkan," katanya dalam dialog dua mingguan Kementerian Kehutanan.

Dia mengungkapkan, letak kawasan konservasi yang sebagian besar di bagian hulu merupakan sumber atau gudang air dan saat ini sekitar 600 miliar meter kubik air di kawasan tersebut belum dimanfaatkan.

Selain itu kawasan konservasi juga memiliki potensi wisata alam. Saat ini ada 210 kawasan konservasi yang meliputi 50 taman nasional, 124 taman wisata alam, 21 taman hutan raya dan 15 taman buru.

Menurut Sony pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Ketentuan itu, ia menjelaskan, mencakup pengaturan pemanfaatan lingkungan yakni pemanfaatan potensi ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis dan peninggalan budaya di kawasan pelestarian alam.

Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Kementerian Kehutanan Bambang Supriyanto menyatakan, pemerintah menargetkan negara bisa mendapat pemasukan dari jasa lingkungan sekitar Rp1 triliun dalam lima tahun ke depan atau sekitar Rp200 miliar per tahun.

Jumlah itu, tambahnya, berasal dari jasa wisata alam senilai Rp80 miliar per tahun, jasa lingkungan air Rp20 miliar dan dari panas bumi sebanyak Rp100 miliar per tahun.

Sony Partono menyatakan pemerintah memprioritaskan Jawa, lalu Sumatera dan Indonesia bagian timur untuk jasa lingkungan air.

"Tahun ini baru dilakukan inventarisasi tahun depan akan dilakukan penghitungan (tarif)," katanya.

Ia menambahkan, pola pengembangan PES yang dapat dilakukan adalah penerapan pola imbalan/insentif, pola kerjasama instansi sektoral serta pola pembinaan kelembagaan adat.

Pewarta: Subagyo
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014