Paris (ANTARA News) - Skuat Piala Dunia Prancis berupaya sekuat tenaga untuk mengubur memori "Knysna" yaitu pemberontakan para pemain yang mempermalukan negeri itu pada Piala Dunia 2010.

Pelatih Prancis Didier Deschamps mengaku tak ingin membahas kenangan ketika para pemain Prancis menolak berlatih di pusat pelatihan Knysna di Afrika Selatan tersebut.

Sedangkan bek veteran Bacary Sagna menilai para pemain harus memenangkan kepercayaan publik kepada tim.

Prancis, bersama sejumlah pemain yang ikut dalam protes 2010 itu termasuk Patrice Evra yang saat itu dipecat dari kapten tim dan terkena larangan lima pertandingan, dibebani target setidaknya lolos ke perempat final Piala Dunia Brasil.

Namun mereka ditentukan oleh kemampuan mereka menghindari kejadian pada 20 Juni 2010 itu, selain keberhasilan di lapangan.

Dipimpin Evra tahun 2010, para pemain menolak berlatih di Knysna sebagai protes atas pemulangan striker Nicolas Anelka yang secara terbuka mengecam pelatih Raymond Domenech.

Para pemain menolak keluar dari bus dan mengirim ultimatum kepada Domenech untuk membaca sebuah surat berisi tuntutan mereka yang membuat malu sang pelatih, apalagi saat itu disaksikan publik.

Sebagai simbol dikuburnya kenangan buruk 2010 itu, Adidas --sponsor timnas Prancis sampai 2010-- mengorganisasikan pembakaran simbolik sebuah tiruan bus di Paris pekan lalu.

"Bus Knysna ini adalah simbol batu gerinda yang menggayuti leher timnas Prancis yang menjauhkan mereka dalam mendekati Piala Dunia di Brasil dengan pola pikir seperti zen," kata Guillaume de Monplanet, bos Adidas Prancis.

Prancis telah berusaha namun gagal membuka lembaran baru. Sebelum Piala Eropa 2012, sejumlah masalah berhasil diatasi Laurent Blanc yang menggantikan Domenech.

Telah selesai

Presiden Federasi Sepak Bola Prancis Noel Le Graet yang menggantikan Jean-Pierre Escalettes yang menjadi korban insiden Knysna, mengatakan skandal itu telah lewat.

"Sekalipun hal itu pelanggaran besar profesional saat itu, kami mesti berhenti membahas Knysna," kata dia.

Namun, kasus dicoretnya  Hatem Ben Arfa, Samir Nasri dan Yann M'Vila dari skuat Piala Dunia Brasil telah memperlemah tonggak yang telah dibangun Blanc itu.

Deschamps, yang mengambilalih kepemimpinan tim dari Blanc yang tak ingin memperpanjang kontraknya, bersikeras bahwa masalah skandal itu telah selesai.

"Kita terus saja bolak balik membahas topik ini setiap waktu," kata dia kepada Le Monde bulan Mei lalu.

"Jika boleh, bisakah Anda tidak membahas soal itu. Titik balik atau tidak, sekarang kita tak bisa melakukan apa-apa untuk itu. Yang sudah terjadi biarlah terjadi."

Deschamps menambahkan yang mesti dipikirkan sekarang adalah tugas yang menanti Prancis ke depan, yaitu Piala Dunia di Brasil dan Euro 2016 di Prancis.

Deschamps mengatakan cara terbaik untuk mengalihkan perhatian dari membahas skandal itu adalah dengan memenangi pertandingan.

"Sepak bola selalu menjadi objek eksploitasi politik. Namun tim yang menang selalu dicintai. Saya tak pernah menyaksikan tim yang menang tapi tidak dicintai," kata dia.

Tapi Sagna meminta skandal Kynsna mesti dijadikan pelajaran untuk semua.

"Penting sekali bagi kita untuk tetap rendah hati," kata bek serang berusia 31 tahun itu kepada AFP ketika ditanyai bagaimana tim seharusnya mencegah skandal itu terulang.

"Kita mempunyai opini berlebihan tentang kita sendiri pada 2010, kita juga terlalu percaya diri. Kita mesti membicarakan hal itu sekarang karena orang mesti diperbolehkan mengutarakan pandangannya sendiri," kata Sagna seperti dikutip AFP.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014