... ini merupakan suatu kesalahan... "
Jakarta (ANTARA News) - Buntut dari pengungkapan tamtama di lingkungan bintara pembina desa (babinsa) TNI AD yang "mengarahkan" pilihan masyarakat pada paket calon presiden tertentu berlanjut, yaitu menghukum oknum tamtama TNI AD bersangkutan. 

Pengusutan kontan dilakukan Markas Besar TNI AD atas pengungkapan di media massa dan media sosial itu, diketahui oknum itu beridentitas Kopral Satu Rusfandi, berdinas di Komando Distrik Militer Jakarta Pusat. 

Bentuk hukuman kepada kopral yang sebetulnya tamtama pengemudi di Komando Rayon Militer Gambir/0501 Jakarta Pusat itu, menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigadir Jenderal TNI Andika Perkasa, di Jakarta, Minggu, berupa penahanan berat selama 21 hari.

Di lingkungan militer, hukuman kurung badan ada dua jenis, yaitu hukuman ringan (maksimal delapan hari) dan hukuman berat (minimal 21 hari dan bisa diperpanjang). 

"Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Budiman, telah memerintahkan Pangdam Jaya, Mayor Jenderal TNI Mulyono, mengusut tuntas adanya tuduhan tersebut," kata Perkasa dalam keterangan tertulisnya itu.

Begitu isu itu mengemuka, Tim Gabungan Kodam Jaya langsung dibentuk dan bergerak. Mereka bekerja sejak Kamis (5/6) sampai pukul 04.00 WIB Minggu (8/6).

"Hasilnya Kopral Satu Rusfandi, yang mendapat perintah melaksanakan tugas-tugas bintara pembina desa di Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, tak bermaksud mengarahkan saudara AT (dan warga lain yang didatangi) untuk memilih salah satu calon presiden," kata jenderal yang lama berkarir di lingkungan Komando Pasukan Khusus TNI AD itu.

Tetapi, yang bersangkutan memang benar mendatangi warga di daerah tanggung jawab satuannya untuk mendata preferensi warga apa yang akan mereka pilih di Pilpres 2014.

"Hal ini merupakan suatu kesalahan. Ketika saudara AT tidak langsung memberikan jawaban saat ditanya tentang preferensinya (apa yang hendak dia pilih), Kopral Satu Rusfandi berusaha mendapatkan konfirmasi dengan cara menunjuk pada gambar partai politik calon presiden," jelas Perkasa.

Secara kebetulan, katanya, gambar yang digunakan mengonfirmasi pilihan AT adalah gambar partai politik dengan calon presidennya di nomor urut 1, alias Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

"Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesan seolah-olah Kopral Satu Rusfandi "mengarahkan" saudara AT memilih salah satu calon presiden. Namun demikian, tindakan Kopral Satu Rusfandi adalah kesalahan," tegasnya.

Ia menegaskan, pimpinan TNI AD tidak pernah memberikan perintah kepada jajarannya untuk mendata preferensi warga di Pemilu Presiden 2014. Perintah ini juga tidak pernah diberikan Mulyono hingga Komandan Rayon Militer Gambir/Kodim Jakarta Pusat, Kapten Infantri Saliman.

Tindakan Rusfandi disebut Perkasa inisiatif sendiri dan lebih disebabkan ketidaktahuannya tentang tugas-tugas babinsa karena dia baru sebulan bertugas di satuan teritorial itu.

Sebelumnya, Rusyandi merupakan tamtama di Batalion Kavaleri 6 di Kodam I/Bukit Barisan, Medan.

"Kapten Infantri Saliman, sebagai atasan langsung Kopral Satu Rusfandi, juga dinilai tidak melaksanakan tugasnya secara profesional dan tidak memahami tugas kewajibannya," ujarnya.

Perkasa tidak menyebut peran dan tanggung jawab atasan-atasan mereka, di antaranya komandan Kodim Jakarta Pusat dan seterusnya. 

Hal itu karena Kapten Saliman menugaskan Koptu Rusfandi yang jabatan sebenarnya adalah tamtama pengemudi di Koramil Gambir tapi dia diberi tugas yang seharusnya dilaksanakan bintara pembina desa sebagai petugas terendah pada aspek teritorial TNI AD. 

Saliman dinilai juga tidak berusaha menegur dan menghentikan tindakan Koptu Rusfandi melakukan pendataan preferensi warga di Pemilihan Presiden 2014.

"Untuk itu Kopral Satu Rusfandi bersalah melakukan pelanggaran disiplin karena tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan profesional dan tidak memahami tugas serta kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 26/1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit," urai Perkasa.

Rusfandi dihukum penahanan berat selama 21 hari dan sanksi tambahan berupa sangsi administratif penundaan pangkat selama tiga periode (3x6 bulan).

Saliman juga turut dihukum karena bersalah melakukan pelanggaran disiplin perbuatan tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan profesional dengan hukuman teguran.

"Juga sanksi tambahan berupa sangsi administratif penundaan pangkat selama 1 periode (1x6 bulan)," kata Perkasa.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014