Malang, 8 Juni 2014 (ANTARA) - Pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan yang berbasis pada Ekonomi Biru (Blue Economy), membutuhkan dukungan pengetahuan dan teknologi. Implementasinya akan membutuhkan cutting-edge innovations yang tidak hanya mampu memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelajutan, akan tetapi yang lebih konkrit adalah berupa inovasi sistem produksi bersih tanpa limbah. Oleh karena itu, Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yang berbasis pada Blue Economy membutuhkan sumberdaya manusia yang kompeten dan berpotensi dapat menumbuhkan jutaan wirausaha baru.  Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, pada kuliah umum di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang, Sabtu (8/6). Kuliah umum yang mengambil tema “Menyiapkan SDM Kompeten untuk Mendukung Industrialisasi Kelautan dan Perikanan Berbasis Blue Economy” ini diselenggarakan di sela-sela rangkaian Pekan Nasional (PENAS) Petani Nelayan XIV 2014 di Malang, Jawa Timur.

Dalam kuliah umum Sharif menegaskan, SDM kompeten pada hakekatnya memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) yang memadai, kemampuan (ability) dan sikap (attitude) untuk menjalankan pembangunan sektor kelautan dan perikanan secara efektif dan efisien. Dalam kaitan ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui BPSDMKP dengan satuan pendidikan Sekolah Tinggi Perikanan, Akademi Perikanan Sidoarjo, Akademi Perikanan Bitung, Akademi Perikanan Sorong, dan Sembilan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) telah berusaha untuk mewujudkan SDM kompeten untuk mendukung program industrialisasi berbasis Blue Economy.  Pendidikan yang diselenggarakan adalah program vokasi dengan pendekatan teaching factory. Pendidikan vokasi dicirikan dengan porsi praktek sebanyak 60% dan teori 40%. “Adapun pendekatan teaching factory, adalah penyelenggaraan pembelajaran sesuai proses produksi yang sebenarnya dan sesuai tuntutan dunia usaha dan dunia industri,” jelasnya.
   
Di sisi lain, tambah Sharif, Universitas Brawijaya diharapkan mampu bersinergi untuk menghasilkan SDM kompeten, melalui program akademik.  Sebagai center of excellence yang memiliki kepakaran dalam dunia penelitian dan pengembangan teknologi perlu menyambut baik tantangan ini, karena saya yakin Blue Economy adalah masa depan dan kita sedang menuju ke sana.  Dunia riset dan teknologi harus dekat dengan dunia usaha, di mana hasil riset harus benar-benar terbukti memadai. Kolaborasi dan integrasi antara dunia pendidikan atau riset, pemerintah dan swasta adalah kunci dalam implementasi Blue Economy.   “Blue Economy harus mampu menjadi referensi sebagai model pendekatan pembangunan Kelautan dan Perikanan berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan menitikberatkan pemanfaatan sumberdaya alam dengan mengikuti pola efisiensi alam, namun menghasikan produk dan nilai lebih besar, tanpa limbah dan kepedulian sosial yang tinggi,” paparnya.

Menurut Sharif, peran kepemimpinan menjadi sangat strategis dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan dengan pendekatan Blue Economy. Sumberdaya alam yang melimpah akan menjadi kurang berarti apabila tidak ada peran kepemimpinan yang mampu menggerakan segenap potensi yang ada dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Oleh karena itu, perguruan tinggi seperti Universitas Brawijaya, mempunyai peran yang sangat penting untuk menyiapkan pemimpin-pemimpin yang mampu mewujudkan tujuan pembangunan melalui pendekatan Blue Economy. “Untuk itu, perguruan tinggi dituntut untuk lebih menekankan pada kegiatan pengembangan kepemimpinan bagi para mahasiswa yang menumbuhkan semangat entrepreneurship,” tegasnya. 

Sementara itu Kepala BPSDMKP Suseno Sukoyono di sela-sela rangkaian acara Pekan Nasional (PENAS) Petani Nelayan XIV 2014 di Malang, Jawa Timur menambahkan, selain melalui penyelenggaraan pendidikan vokasi, upaya yang dilakukan KKP dalam mewujudkan SDM kompeten adalah juga melalui pelatihan dan penyuluhan. “Selain pendidikan, kegiatan pelatihan dan penyuluhan sangat penting dan perlu dilakukan untuk mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan berbasis ekonomi biru, mengingat mengelola sumberdaya alam pada hakekatnya adalah mengelola SDM-nya”, jelasnya.

Adapun kegiatan pelatihan dilakukan melalui Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Medan, BPPP Tegal, BPPP Banyuwangi, BPPP Aertembaga, BPPP Ambon, dan Balai Diklat Aparatur Sukamandi, yang wilayah kerjanya mencakup seluruh Indonesia. Untuk memperlancar jangkauan kegiatan pelatihan bagi masyarakat, BPSDM KP membentuk Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) yang kini jumlahnya mencapai 417 P2MKP di berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan, kegiatan penyuluhan dilakukan melalui peran penyuluh perikanan, hasil koordinasi BPSDM KP dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. “Para penyuluh perikanan yang saat ini berjumlah 12.065 orang, terdiri dari Penyuluh PNS, Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak, dan Penyuluh Swadaya, bertugas mendampingi dan membimbing para pelaku utama/usaha di lapangan, mencatat data, dan Konsultan Keuangan Mitra Bank”, ungkap Suseno.
 
Menurut Suseno Pengembangan SDM tersebut menjadi salah satu arah kebijakan pembangunan kelautan ke depan, khususnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) III 2015–2019. Arah kebijakan ini terdiri dari pengembangan wawasan dan budaya bahari; peningkatan dan penguatan SDM dan IPTEK bidang kelautan; tata kelola laut; pengembangan ekonomi kelautan; peningkatan kemampuan pengawasan pemanfataan sumberdaya ekonomi kelautan dan lingkungannya. “Selanjutnya mitigasi bencana, penanggulangan pencemaran laut dan dampak perubahan iklim, konservasi perairan laut, peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan pesisir, serta pengembangan kawasan ekonomi kelautan dengan pendekatan Blue Economy”, paparnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244) 

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014