Manila (ANTARA News) - Seorang penyiar radio tewas ditembak di Filipina, Senin, kata polisi, yang mengatakan ia wartawan ketiga dalam sebulan tewas di negeri paling berbahaya bagi pekerja media itu.

Seorang pria bersenjata bersepeda motor menembak Nilo Baculo, 67, dari jarak dekat di luar rumahnya di kota kecil Calapan, Filipina tengah, kata kepala kepolisian setempat, Inspektur Glicerio Cansilao.

"Kami tengah menyelidiki apakah itu berhubungan dengan pekerjaannya, meskipun saat ini kami belum bisa memastikannya," kata Cansilao kepada AFP.

Ia mengatakan Baculo bekerja sebagai komentator dan pembaca berita untuk radio DWIM sebelum radio itu ditutup pada tahun lalu.

Pembunuhan Baculo terjadi setelah seorang penyiar radio lain tewas ditembak di kota Davao, Filipina selatan, pada 23 Mei. Dua pekan sebelumnya, seorang penyiar radio juga tewas ditembak di Filipina selatan.

Filipina adalah negara ketiga paling berbahaya di dunia bagi pekerja media, setelah Suriah dan Irak, kata Komite Perlindungan Wartawan, yang berpusat di New York.

Filipina juga sangat berbahaya karena yang digambarkan sebagai "budaya kebal hukum", tempat tokoh kuat, seperti, politisi atau pengusaha, dapat mengatur pembunuhan wartawan atau pengecam lain tanpa takut ditangkap.

Para tokoh itu dapat mengandalkan polisi dan politisi korup serta sistem peradilan tercemar penyuapan guna memastikan bahwa mereka tidak akan dimintai pertanggungjawaban.

Empat wartawan tewas pada tahun ini dan 33 sejak Presiden Benigno Aquino berkuasa pada 2010, kata Persatuan Wartawan Nasional Filipina.

Aquino dan pembantunya berulang kali berjanji menghentikan pembunuhan semacam itu dan melacak pembunuhnya, tetapi persatuan itu dan kelompok wartawan lain mengatakan kepala negara itu hanya melakukan sedikit untuk mengubah budaya tersebut.

"Kami berharap banyak dari pemerintah ini dan kami telah berulang kali dikecewakan," kata direktur persatuan wartawan nasional Nestor Burgos kepada AFP.

Dalam serangan paling mematikan berhubungan dengan politik dan media dalam sejarah Filipina, 32 wartawan termasuk di antara 58 orang tewas di propinsi selatan, Maguindanao, pada November 2009.

Pemimpin keluarga politik setempat dituduh mengatur pembantaian itu dan diadili. Meski demikian, proses peradilannya diperkirakan berjalan bertahun-tahun dan para saksi kuncinya telah dibunuh.

(UU.A062/B002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014