Jakarta, 10 Juni 2014 (ANTARA) -- Nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang sangat penting bagi Indonesia sebagai negara maritim dengan 2/3 luasan lautan. Nelayan menjadi pelaku utama dalam mengembangkan sektor kelautan dan perikanan terutama dalam menyediakan bahan pangan bergizi bagi masyarakat, menyediakan bahan baku untuk kegiatan usaha di sektor hilir dan turut serta dalam menjaga dan menegakkan kedaulatan bangsa di laut.

Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mendorong peran serta nelayan Indonesia dalam pembangunan melalui beberapa program ekonomi kerakyatan yang berpihak pada nelayan. Sebagai organisasi nelayan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) diharapkan dapat berperan lebih aktif untuk memfasilitasi dan menjalankan fungsi intermediasi bagi nelayan. Keterlibatan  HNSI diharapkan dapat meredam potensi-potensi konflik yang ada di masyarakat nelayan, sehingga nelayan dapat berperan
lebih optimal dalam mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo di Jakarta, Selasa (10/6).

Sharif menambahkan, peran lain yang bisa dilakukan HNSI diantaranya, memfasilitasi penguatan peran nelayan untuk berpartisipasi dalam proses-proses pembangunan. Kedua, memperkuat peran kelembagaan HNSI sebagai mitra strategis pemerintah, memfasilitasi dan memperkuat pemberdayaan nelayan untuk meningkatkan  kemandirian. Ketiga, memperkuat kerjasama dan kemitraan dengan organisasi di bidang perikanan yang lain untuk memajukan
sektor perikanan. “HNSI juga dapat meningkatkan partisipasi nelayan dalam berbagai kegiatan pembangunan baik yang dilakukan pemerintah, HNSI maupun pihak-pihak lain,” jelasnya.

Sharif menjelaskan, Pembangunan Jangka Menengah tahap ke-III tahun 2015-2019 tidak lama lagi berjalan. Tentunya program-program pembangunan sektor kelautan dan perikanan ke depan disusun secara bersama sebagai masukan bagi pemimpin bangsa yang nantinya terpilih. Namun demikian KKP menghadapi persoalan pada pelaksanaan program dan kegiatan di tahun 2014 ini. Adanya kebijakan penghematan terhadap APBN TA. 2014 yang terpaksa harus diambil oleh pemerintah guna mengurangi defisit anggaran dan menstabilkan kondisi ekonomi. Implikasi penghematan berimbas juga pada pelaksanaan program-program KKP. Beberapa kegiatan prioritas khususnya pembangunan infrastruktur dan program pemberdayaan nelayan akan mengalami pergeseran dari target semula. “KKP akan berusaha memprioritaskan apa-apa yang terkena penghematan menjadi prioritas utama pada proses penganggaran TA. 2015,” tandasnya.

Sementara itu Dirjen Perikanan Tangkap Gelwynn Jusuf pada Peringatan Hari Ulang Tahun ke-41 HNSI, di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Selasa (10/6), menambahkan bahwa jati diri bangsa Indonesia merupakan negara maritim, yang akan berpotensi menjadi penggerak utama ekonomi jika dikelola secara baik. Dengan budaya gotong royong segala sesuatu akan terasa lebih mudah. Apabila pengelolaan sektor ini dilakukan secara sinergi seluruh pihak maka cita-cita mewujudkan kehidupan nelayan sejahtera, adil dan makmur akan mudah tercapai. ”Pengelolaan secara baik bila dikaitkan dengan HUT HNSI ke-41 sangat relevan. Tema ‘Gotong Royong untuk Mewujudkan Kehidupan Nelayan yang Sehat, Berpendidikan dan Sejahtera dalam Lingkungan Laut yang Lestari’ terasa menyatu dengan cita cita nelayan,” ujar Gellwyn.

Gellwyn mengakui, beragam isu dan persoalan yang terkait dengan kehidupan nelayan kini selalu menjadi topik bahasan hangat di setiap kesempatan dan di berbagai media. Persoalan perikanan, khususnya yang terkait dengan nelayan begitu kompleks. Masih banyak masalah yang  menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh antara pemerintah, pelaku usaha dan para pemangku kepentingan lainnya. “Masalah-masalah seperti masih lemahnya akses nelayan terhadap sumber-sumber pembiayaan, penerapan teknologi dan penetrasi pasar sepertinya masih akan menjadi fokus perhatian bagi kepemimpinan bangsa yang baru nanti,” katanya.

Permasalahan lain, tambah Gellwyn, Indonesia masih menghadapi persoalan dengan sisi tradisional dan budaya yang kadangkala menghambat nelayan untuk maju. Misalnya adat istiadat yang kurang terbuka  terhadap hal-hal baru, manajemen keuangan dan lain-lain. Ditambah lagi dengan risiko kerja yang tinggi di laut, ketergantungan dengan faktor alam, ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM) sebagai komponen utama usaha, juga berkontribusi menjadi penghambat. “Serta masih sering terjadinya konflik antar kelompok nelayan yang mengakibatkan rentannya profesi nelayan oleh tekanan eksternal,” tambahnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)



   

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014