Kupang (ANTARA News) - Komite Nasional Pulau Pasir (KNPP) berjuang mendapatkan kembali Pulau Pasir di Laut Timor ke dalam wilayah NKRI, karena fakta sejarah dalam register Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1751 menunjukkan gugusan kepulauan itu sudah 400 tahun dikelola oleh orang Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). "Kita akan terus membangun dialog dengan mitra terkait seperti Pokja Celah Timor dan Pulau Pasir serta mencari dukungan politik dari pemerintah pusat dan daerah untuk merebut kembali Pulau Pasir yang kini telah diklaim Australia," kata Wakil Ketua I Komite Nasional Pulau Pasir NTT, M Rodja SH, dihubungi di Kupang, Jumat. Komite ini dipimpin oleh Bambang R Yoga Soegomo dengan anggota dewan penasehatnya terdiri atas Drs Frans Seda, Yusuf Merukh, Prof DR Manase Malo, Drs Setyo Novanto dan Laksma TNI Benny Balukh. Komite ini sudah menyurati Gubernur NTT Piet A Tallo untuk meminta dukungan politik mengenai perjuangan tersebut, karena dalam pandangan mereka berdasarkan bukti sejarah yang ada, Pulau Pasir yang kini telah diganti namanya oleh Australia menjadi Ashmore Reef atau Pulau Cartier itu adalah milik sahnya Indonesia. Selain tertulis dalam register Gubernur Jenderal Hindia Belanda, seorang penulis dari Australia, Ruth Balint dalam bukunya "Troubled Water: Borders, bounderies and possesions in the Timor Sea, 2005" juga mengatakan bahwa Pulau Ashmore itu adalah milik Indonesia. Ruth Balint memberikan argumentasi bahwa sudah ratusan tahun nelayan Indonesia mencari ikan, tripang dan biota laut lainnya di sekitar pulau tersebut dan berkebun di atas Pulau Pasir serta kuburannya ada di pulau tersebut. Prof DR Herman Yohanes (almarhum) dari Universitas Gajah Mada (UG) Yogyakarta, pada saat hidupnya juga menegaskan bahwa Pulau Pasir di Laut Timor adalah milik sah dari Indonesia. "Pulau Pasir ini adalah miliknya kerajaan Rote dan sejak abad ke-15 sudah berada di bawah pengelolaan Hindia Belanda. Dengan berbagai alasan soal landasan kontinen pun, Pulau Pasir tetap menjadi milik Indonesia," katanya. Rodja mengatakan, Australia sampai akhirnya menyerobot dan menguasai Pulau Pasir itu karena di lokasi itu terdapat kandungan minyak dan gas yang sangat banyak. "Jika kita berhasil merebut pulau itu, maka NTT akan menjadi provinsi terkaya kedua atau ketiga di Indonesia," katanya optimis dengan mengacu pada kekayaan migas yang ada di sekitar Pulau Pasir. Australia akhirnya melarang nelayan Indonesia mencari ikan dan teripang serta biota laut lainnya di sekitar Pulau Pasir itu karena banyak ladang migas di pulau tersebut, ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006