Viamao, Brasil (ANTARA News) - Edison Mendez akan menjalani putaran final Piala Dunia 2014  dan menuntaskan perjalanan mengesankan dari mengais-ngais makanan dan sepatu menjadi pesepak bola yang paling disegani di seantero Ekuador.

Gelandang berusia 35 tahun itu merupakan pencetak gol pertama bagi negaranya di putaran final Piala Dunia, saat mengalahkan Kroasia 1-0 di edisi 2002, saat itu usianya masih 23 tahun dan merupakan pemain termuda di tim nasional Ekuador.

Ia melewati jalan yang sulit dan berbatu, dari kemiskinan menuju turnamen olahraga terbesar sejagad raya.

Mendez, mengoleksi 111 kali penampilan bersama Ekuador, tumbuh di perbukitan yang ganas dan tandus di pusat Ekuador.

"Tidak setiap hari kami mempunyai roti dan kami harus mengorek tempat sampah demi mendapat sepasang sepatu untuk dipakai," kata Mendez.

Selain menjadi pemain tertua dalam skuat besutan Reinaldo Rueda, Mendez juga satu-satunya pemain yang tampil dalam tiga kali edisi Piala Dunia, yang pada gelaran di Brasil kali ini Ekuador tergabung di Grup E bersama Swiss, Honduras dan juara 1998, Prancis.

Ia juga berperan sebagai penasihat bagi pemain-pemain muda di tim, seperti Carlos Gruezo (19), yang bergantung pada pengalaman dan masukan dari Mendez selama di Brasil.

"Seringkali atmosfer, orang-orang di sekitar dan euforia yang ada membuat kita terlempar dari dunia nyata," kata Mendez.

"Akan tetapi kita harus berkonsentrasi pada tugas kita dan menjalani sejarah kita sendiri."

Mendez mengaku ia ingin meresapi setiap momen yang akan dilewati dalam keikutsertaan terakhirnya di Piala Dunia.

"Saya ingin menikmati setiap menitnya, setiap sesi latihan dan tampil seoptimal mungkin bersama rekan-rekan setim," katanya.

Mendez tentu akan menularkan pengalaman yang dimilikinya kepada Ekuador, yang akan berusaha melangkah ke babak 16 besar sebagaimana mereka lakukan di Jerman, 2006 silam.

Setelah memulai karir profesionalnya di klub Ekuador, Deportivo Quito dan Nacional, Mendez harus hijrah ke Meksiko sebelum pulang ke kampung halaman dan memenangi gelar juara liga bersama Liga de Quito.

Lantas ia berusaha mengadu peruntungannya di PSV Eindhoven, memenangi dua gelar juara Eredivisie Belanda, yang dilanjutkan dengan tampil sejenak bersama Atletico Mineiro di Brasil.

Mendez kemudian kembali ke haribaan tanah airnya, bergabung dengan Emelec dan juga Liga de Quito.

Tahun ini, ia kembali pindah klub, bergabung dengan Independiente de Santa Fe di Kolombia.

Selepas Piala Dunia 2014 berakhir, Mendez kemungkinan akan kembali mencari tantangan baru bersama satu klub terakhir.

Untuk saat ini, seluruh pikirannya tercurah penuh kepada Piala Dunia mengingat ia akan menjalani peran penting bagi Ekuador bersama dengan sesama rekan-rekan berpengalaman, penjaga gawang Agustin Delgado dan pemain bertahan Ulises de la Cruz.

Apapun yang terjadi di Brasil, Mendez akan selalu mengingat dan memegang ke kesederhanaan tempat ia berasal, yang telah membantu dia menjadi sukses dan tersohor.

"Seringkali untuk bisa menjadi seseorang, anda harus kelaparan dulu. Kunci sukses ada di sana," katanya, demikian AFP.(*)

Penerjemah: Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014