Hanya lima dari 31 anggota komite yang memilih untuk mendukung dalam sesi amandemen di pertemuan tertutup komite itu.
Yangon (ANTARA News) - Harapan peraih Nobel, Aung San Suu Kyi, untuk menjadi presiden tahun depan terkena pukulan, saat komite parlemen memilih tidak mengubah klausul konstitusional yang menghalanginya menempati posisi tersebut, kata dua anggota panel, Jumat.

Komisi di parlemen Myanmar yang bertugas merekomendasikan amandemen, memilih mempertahankan bagian yang melarang seseorang yang menikah dengan orang asing, atau dengan anak berkewarganegaraan asing menjadi kepala pemerintahan.

Dua sumber yang menolak disebutkan namanya itu tidak mengatakan mengapa usulan tersebut ditolak oleh 26 dari 31 panelis. Demikian diberitakan Reuters.

Banyak pengamat mempercayai klausul itu, yakni 59 (f), ditulis dalam konstitusi yang disusun militer 2008 dirancang khusus untuk mengesampingkan Suu Kyi, yang menjadi ikon global atas perjuangannya melawan kekuasaan militer, sebagian besar diantaranya dari tahanan rumah.

Suami terakhirnya adalah orang Inggris, begitu pula dua anak lelakinya.

"Hanya lima dari 31 anggota komite yang memilih untuk mendukung dalam sesi amandemen di pertemuan tertutup komite itu," kata seorang anggota yang meminta dirahasiakan identitasnya karena urusan komite bersifat rahasia.

Suu Kyi dan partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) telah mendorong perubahan konstitusi menjelang pemilu tahun depan, terutama untuk mengurangi kekuatan politik militer yang menguasai Myanmar selama 49 tahun hingga pemerintah sipil yang secara nominal dipimpin oleh pensiunan jenderal mengambilalih pada 2011.

Komite yang dipilih untuk mengkaji amandemen itu hanya memiliki dua anggota NLD di dalamnya dan utamanya terdiri atas anggota parlemen dari partai berkuasa Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP), yang tercipta dari gerakan sosial dari serupa yang didirikan oleh mantan junta.

Ada 14 orang USDP di dalam panel dan tujuh anggota lain yang melayani perwira militer yang ditunjuk sebagai anggota parlemen sebagai bagian dari 25 persen kuota legislatif yang dialokasikan untuk angkatan bersenjata. Itu adalah sebuah klausul yang ingin diubah NLD yang mengalami penganiayaan dari rezim sebelumnya.

Anggota parlemen Myanmar tengah mengkaji perubahan konstitusi menjelang pemilu legislatif tahun depan.

Pemungutan suara di legislatif dua kamar untuk mengubah konstitusi guna mengizinkan Suu Kyi untuk menjadi presiden masih memungkinkan, meski analis politik mengatakan sangat tidak mungkin hal itu diteruskan karena militer dan sekutu USDP mendominasi parlemen.

Partai Suu Kyi sendiri, mengatakan hal itu belum berakhir.

"Kami tidak bisa mengatakan Daw San Suu Kyi tidak punya peluang menjadi presiden hingga persatuan parlemen menyetujuinya," kata jurubicara dan politisi senior partai Nyan Win. Daw adalah sebutan kehormatan di Myanmar.

"Kami harus menunggu hingga komite mengumpulkan saran terakhirnya di parlemen," katanya.

Konstitusi Myanmar dibuat oleh mantan junta sebagai dasar transisi bertahap negara tersebut menuju demokrasi. Pemerintah semi sipil mengejutkan dunia dengan reformasi yang tak terpikirkan di bawah kendali langsung tentara dan berhasil meyakinkan Suu Kyi dan NLD untuk bergabung dalam parlemen.

Amerika Serikat menangguhkan sebagian besar sanksi sebagai pengakuan atas perubahan besar Myanmar, namun masih menganggap konstitusi itu tidak demokratis. Pada Januari, kongres meloloskan anggaran belanja yang membutuhkan reformasi lebih lanjut, termasuk konstitusi yang sudah direvisi, sebagai prasyarat untuk menghapus sanksi secara menyeluruh.

(A062)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014