KPK setidaknya memiliki tiga pertimbangan dalam menentukan besarnya tuntutan pidana untuk mantan ketua MK Akil Mochtar,"
Cisarua (ANTARA News) - KPK mempertimbangkan tiga hal dalam menentukan tuntutan pidana kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam dugaan penerimaan suap dan janji terkait pengurusan sembilan sengketa pemilihan kepala daerah di MK dan tindak pidana pencucian uang.

"KPK setidaknya memiliki tiga pertimbangan dalam menentukan besarnya tuntutan pidana untuk mantan ketua MK Akil Mochtar," kata Wakil Ketua Komisi Pemilihan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto dalam acara diskusi KPK dan Media di Cisarua, Bogor, Jabar, Jumat.

Menurut jadwal, sidang pembacaan tuntutan pidana Akil Mochtar akan dilangsungkan pada Senin (16/6).

"Pertama adalah rusaknya citra dan kewibawaan MK sebagai anak reformasi Indonesia," ungkap Bambang.

Pertimbangan kedua adalah rusaknya kepercayaan masyarakat kepada para kepala daerah.

"Ketiga adalah upaya untuk membangun citra penegak hukum terutama MK juga hancur," tambah Bambang.

Artinya, menurut Bambang, biaya pemulihan (cost recovery) atas perbuatan Akil lebih besar.

"Perbuatan tersebut merusak konsolidasi reformasi terutama pemimpin daerah dan lembaga peradilan yaitu MK," kata Bambang menegaskan.

Akil sendiri seusai bersaksi dalam sidang Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah pada Kamis (12/6) mengaku siap untuk dihukum mati.

"(Saya) siap dihukum mati, tapi tidak mungkin dituntut hukuman mati. Tidak mungkin (dituntut seumur hidup). Selama ini tidak ada dituntut seumur hidup," kata Akil.

Keyakinan tersebut timbul karena menurut Akil tidak ada uang negara yang diambilnya.

"Saya kan tidak mengambil uang negara, yang mengambil duit negara triliunan rupiah saja tidak dihukum segitu, apalagi saya? Saya kan tidak mengambil duit negara. Saya hanya minta dan terima duit dari orang, bukan uang negara yang saya colong," tambah Akil.

KPK mendakwa Akil menerima Rp63,32 miliar sebagai hadiah terkait pengurusan sembilan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK, Rp10 miliar dalam bentuk janji untuk sengketa pilkada Jawa Timur, serta pencucian uang dengan menyamarkan harta sebesar Rp161 miliar pada 2010--2013 dan harta sebanyak Rp22,21 miliar dari kekayaan periode 1999--2010.
(D017/R010)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014