Mereka mengatakan kepada saya bagaimana mereka berhutang budi kepada Swiss dan akan dengan senang hati membalasnya lewat sepak bola
Jenewa (ANTARA News) - Apabila Swiss berhasil mendapatkan catatan prestasi di putaran final Piala Dunia 2014 di Brasil, mereka tentu berutang rasa terima kasih kepada pahlawan yang tidak pernah disangka-sangka, para imigran seperti Xherdan Shaqiri.

Hampir separuh dari skuat negara yang baru saja memutuskan pembatasan lalu lintas pendatang dari luar sebagai hasil jajak pendapat Januari lalu itu terdiri dari warga keturunan Balkan, Italia, Spanyol dan Turki. Piala Dunia Brasil menandai datangnya era di mana tim Swiss muda terdiri dari keberanekaragaman layaknya pelangi.

Shaqiri, berusia 22 tahun dan merupakan salah satu gelandang serang terpanas di Eropa, masih balita saat ia hijrah ke Swiss pada 1991 bersama kedua orang tuanya dari Kosovo, salah satu dari wilayah Balkan yang melahirkan ratusan hingga ribuan pengungsi perang kala itu.

Pemain yang mengasoasikan diri sebagai XS itu saat ini tampil bersama Bayern Muenchen di Jerman dan dikabarkan tengah bersiap hijrah ke Liverpool dengan imbalan uang yang besar.

"Saya malu ketika para pendukung menyanyikan nama saya. Itu membuat saya kurang nyaman, karena kami bermain sebagai sebuah tim," kata sebagaimana dilansir harian 20Minutes.

Sementara itu gelandang Borussia Monchengladbach berusia 20 tahun, Granit Xhaka, mengaku bangga bermain untuk Swiss.

"Sebagian besar dari kami memiliki kewarganegaraan ganda, dan kami mengambil banyak hal dari itu, dari darah kami, asal usul kami," kata Xhaka, yang lahir dari orang tua berdarah Kosovo di Basel, kepada harian Swiss Le Matin Dimanche.

Terlepas dari hasil jajak pendapat di Januari lalu, keberanekaragaman bukanlah hal baru bagi Swiss yang warganya di daerah Utara dan Timur berbicara dalam bahasa Jerman, di daerah Barat berbicara dalam bahasa Prancis dan bahasa Italia bagi wilayah Selatan. Berpuluh-puluh tahun lamanya para imigran tertarik untuk mengunjungi negara kaya itu.

Berdasarkan data resmi, sedikitnya 35 persen dari populasi Swiss yang berjumlah delapan juta orang merupakan orang asing atau memiliki keturunan nonSwiss. Di antara pesepak bola proporsinya bahkan mungkin melebihi 50 persen demikian kata pimpinan Lembaga Observasi Sepak Bola CIES yang bermarkas di Swiss, Raffaele Poli.

"Tidak ada perwakilan berlebihan secara kentara dari pemain berdarah asing yang ada di timnas Swiss, dibandingkan populasi sepak bola secara keseluruhan di sini," katanya kepada AFP.

Italia merupakan negara asal penyumbang pesepak bola imigran terbanyak di Swiss.

Pemain tersohor Swiss yang berdarah Italia di antaranya adalah Umberto Barberis di era 1970-an dan 1980-an serta Ciriao Sforza yang merupakan pemain kunci di Piala Dunia 1994.

Di dalam skuat sekarang, penjaga gawang Diego Benaglio dan gelandang Tranquillo Barnetta memiliki darah Italia.

Komunitas warga pendatang dari Turki menghasilkan Kubilay Turkyilmaz yang ikonik, kakak beradik Murat dan Hakan Yakin, serta pengemban ban kapten saat ini Gokhan Inler.

Bintang muda Ricarco Rodriguez memiliki darah Spanyol dan Chile sementara rekannya di lini pertahanan Philippe Senderos separuh Spanyol dan separuh Serbia.

Komunitas Swiss-Balkan awalnya adalah para pekerja musiman yang datang dari Yugoslavia pada 1970-an dan berkembang membesar setelah Swiss menerima pengungsi perang pada 1990-an.

Pemain berdarah Kosovo pertama yang tampil untuk timnas Swiss adalah Milain Rama pada 2003. Tidak lama berselang Valon Behrami mengikuti jejaknya, pemain berusia 29 tahun itu telah bergabung di timnas sejak 2005.

Behrami dan Inler sama-sama bermain untuk klub Serie A Italia, Napoli, bersama dengan Blerim Dzemaili, yang berasal dari orang tua etnis Albania dari Makedonia. Sementara pemain Freiburg, Admir Mehmedi, juga berdarah campuran Makedoni-Albania.

Isu asal usul darah keturunan asing para pemain tak pelak memantik perdebatan kecil.

"Mereka mengatakan kepada saya bagaimana mereka berhutang budi kepada Swiss dan akan dengan senang hati membalasnya lewat sepak bola," kata Pelatih Swiss asal Jerman, Ottmar Hitzfield.

"Mereka memperoleh manfaat dari sistem pendidikan di sekolah, secara profesional di bidang sepak bola mereka ingin Swiss bangga terhadap mereka. Ini adalah kisah teladan, mengingat di tengah lapangan uang biasanya memainkan peranan lebih besar dan dengan mudahnya akan memalingkan pandangan seorang pemain."

Menteri Olahraga Swiss Ueli Maurer yang berasal dari Partai Rakyat Swiss (SVP) memuji kontribusi para pemain imigran.

"Separuh dari timnas sepak bola kita berisikan para pemain yang berasal dari komunitas anda, maka tiket kualifikasi ke putaran final di Brasil merupakan jasa dari anggota komunitas anda sekalian," kata Maurer saat mengunjungi Kosovo beberapa bulan lalu.

Komunitas Kosovo di Swiss yang terdiri dari sekira 170.000 orang dan kebanyakan berasal dari etnis Albania, mengaku bangga.

"Bagi komunitas Swiss-Albania, mereka adalah simbol dan bintang, yang tercipta dari kesempatan yang telah diberikan," kata Skender Bucpapaj, pengelola portal berita berbahasa Albania.

"Mereka berjuang untuk kemenangan Swiss sebagai bentuk balas budi," katanya kepada AFP.

Ironisnya, Swiss memastikan tempat mereka di putaran final Piala Dunia 2014 setelah mengalahkan Albania 2-1.

Swiss mendapatkan keuntungan karena Kosovo belum diperbolehkan tampil di kompetisi internasional lantaran masih terlibat kekacauan dengan mantan penguasa mereka, Serbia.

Sementara beberapa negara Balkan lain telah mengambil alih ekspatriat yang sempat tampil untuk Swiss, seperti Ivan Rakitic di Kroasia dan Izet Hajrovic di Bosnia Herzegovina.

Akan tetapi Swiss masih diperkuat pemain berdarah Kroasia Josip Drmic, yang baru bergabung dengan klub Jerman Bayer Leverkusen, dan pemain berdarah Bosnia Haris Seferovis yang tampil untuk klub Spanyol Real Sociedad.

Asosiasi sepak bola Swiss (SFV) menyatakan bahwa pembentukan skuat itu merupakan buah dari program pencarian bibit berbakat yang diluncurkan pada 1994.

Seluruh pemain dianggap berdarah Swiss, kata Yves Debonnaire, yang merupakan pelatih tingkat junior selama 16 tahun terakhir.

"Strategi kami adalah membangun dari level junior, menciptakan pesepak bola elit, tanpa memandang latar belakang mereka. Kami tampil di Piala Dunia 2006, 2010 dan kini 2014. Bagi sebuah negara kecil seperti Swiss, itu capaian yang cukup kompetitif!" katanya, demikian AFP.

Penerjemah: Gilang Galiartha
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014