Diplomat kami merasa bahwa penyerang ingin secara fisik merebut kedutaan.
Moskow (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan segerombolan warga Ukraina yang menyerang kedutaan Moskow di Kiev ingin mengambil-alih kompleks kedutaan dan ingin melihat "darah tumpah" di sana.

"Diplomat kami merasa bahwa penyerang ingin secara fisik merebut kedutaan. Ada juga alasan untuk percaya bahwa mereka ingin melihat darah tumpah di sana," kata kantor berita mengutip Lavrov, di Moskow, Minggu.

Para pengunjuk rasa melempari kedutaan di Kiev dengan telur, Sabtu, dan merobek bendera Rusia sebagai protes atas apa yang mereka sebut dukungan Moskow terhadap pemberontak separatis di Ukraina timur, kata para saksi mata.

Kerumunan lebih dari 100 orang sebagian besar pemuda, banyak dari mereka dengan wajah ditutupi, mengangkat spanduk dengan slogan-slogan seperti "Pulang Rusia".

Para demonstran kemudian menjungkir-balikkan beberapa mobil, termasuk beberapa yang tampaknya milik kedutaan, dan merusak gerbang logam tetapi polisi tidak melakukan intervensi. Demikian diberitakan AFP.

Ukraina menuduh Rusia, yang mencaplok wilayah Krimea dari Ukraina pada Maret, mendukung pemberontakan di daerah timur yang penduduknya berbahasa Rusia dan Amerika Serikat telah menuduh Moskow menyediakan para pemberontak dengan tank-tank.

Sementara pihak Rusia membantah tuduhan itu.

Protes dilakukan setelah kematian 49 prajurit Ukraina di atas pesawat angkut militer yang ditembak jatuh oleh kelompok separatis pada Sabtu dini hari.

Amerika Serikat mengutuk serangan terhadap Kedutaan Besar Rusia di Kiev itu, Sabtu, dan menyerukan Ukraina untuk memberikan keamanan yang memadai bagi misi diplomatik.

Reaksi AS itu datang setelah orang banyak terbakar oleh jatuhnya pesawat angkut militer Ukraina, merobohkan bendera di kedutaan dan menjungkir-balik kendaraan-kendaraan saat belasan polisi datang.

"Amerika Serikat mengutuk serangan terhadap Kedutaan Besar Rusia di Kiev, dan menyerukan kepada pihak berwenang Ukraina untuk memenuhi kewajiban Konvensi Wina guna memberikan keamanan yang memadai," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Jen Psaki.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry, sementara itu, melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk, dan menyampaikan belasungkawa untuk 49 tentara yang tewas Sabtu ketika pemberontak pro-Rusia menembak jatuh pesawat angkut Il-76 dekat bandara yang melayani kota Lugansk, kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri.

Kerry juga melakukan percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, menyuarakan "kekhawatiran kuat" AS tentang pengangkutan senjata berat dan gerilyawan melintasi perbatasan Rusia ke timur Ukraina, dan juga jatuhnya pesawat transportasi.

"Dia mendesak Menteri Luar Negeri Lavrov untuk membuat komitmen yang jelas Rusia bagi peredaan dan perdamaian dengan mengakhiri aliran senjata dan dukungan kepada kaum separatis, dan secara aktif bekerja sama dengan Ukraina untuk gencatan senjata, amnesti, dan dialog politik," kata pejabat itu.

(H-AK)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014