...bisa membantu wasit dan membuat semuanya jelas bagi semua orang."
Jakarta (ANTARA News) - Sejak zaman Yunani kuno, olahraga diadakan untuk memastikan siapa terkuat di antara mereka yang turun lapangan, diawali dengan laga gulat, dan pemenangnya mendapat hadiah amat sederhana, daun zaitun yang dirangkai sebagai mahkota.

Tapi kini olahraga menjadi kebutuhan hidup, profesionalisme menjadi dambaan, dan olahraga amatir maupun pro selalu bertujuan pada uang, sehingga selalu ada jalan pintas yang dilakukan, misalnya penggunaan doping.

Keperkasaan manusia di zaman kontemporer ini semakin meningkat, misalnya, lari 100m dari waktu ke waktu terus dipertajam, mulai dari 11 detik menjadi 10 detik dan kini mencapai 9,77 detik, merupakan catatan putra pada kejuaraan dunia Moskow 2013 yang disandang Usain Bolt dari Jamaika. Ia bahkan pernah membuat rekor 9,58 detik pada kejuaraan dunia di Berlin, 2009.

Mata jasmani manusia sudah lama tidak mampu menyaksikan atau memastikan kekuatan dan kecepatan fisik manusia. Alat super canggih lah yang mampu menghitung lari Bolt dan kawan-kawan dan hanya alat khusus yang dapat menghitung kecepatan Michael Phelps yang pernah menyandang tujuh rekor dunia renang, serta berbagai catatan menakjubkan atlet lainnya.

Iptek olah raga (sport science) berkembang pesat dalam beberapa dasawarsa ini dan ilmu ini ditujukan kepada atlet sebagai subyek permainan dan atas peralatan, sarana dan prasarana perlombaan di berbagai cabang olah raga, salah satunya pada cabang sepak bola.

Catatan sejarah tertoreh di Piala Dunia 2014 di Brazil, ketika Prancis mengalahkan Honduras 3-0 dan salah satu gol mereka - untuk pertama kalinya dihadiahkan dalam sepak bola internasional, - melalui bantuan alat teknologi generasi 4-D.

Karim Benzema melakukan gebrakan pada awal babak kedua ketika bola melayang cepat ke arah bagian atas gawang pada laga yang berlangsung di Stadion Beira-Rio di Porto Alegre.

Penjaga gawang Honduras Noel Valladares mencoba menyambar si kulit bundar, tetapi alat "Goal Control" pengamat garis gawang buatan Jerman itu menunjukkan bawa bola sudah terlanjur melewati garis, sehingga wasit Brazili Sandro Riccio membunyikan peluit panjang.

Namanya saja alat baru, sehingga Riccio sempat berbicara sesaat dengan empat hakim bantu sementara pelatih Honduras Lus Fernando Suarez melancarkan protes dengan marah. Tapi Riccio sudah menjatuhkan keputusannya.

Teknologi garis gawang digunakan untuk pertama kalinya di babak final Piala Dunia dalam usaha menghilangkan keputusan kontroversial, yang pernah membuat pemain Inggris Frank Lampard menolak gol yang terjadi ketika melawan Jerman di Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Alat itu super canggih, menggunakan tujuh kamera kecepatan tinggi dan setiap kamera mampu mengambil 500 gambar dalam waktu satu detik.

Alat canggih itu akan memunculkan kata "goal" yang akan ditransmisikan pada jam tangan wasit jika bola sudah melewati garis gawang. Laman CNN (14/6) melaporkan FIFA menghabiskan dana hingga 3,5 juta dolar (Rp41 miliar) untuk mengoperasikan alat itu.

Teknologi garis gawang (goal-line technology = GLT) merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menentukan apakah bola telah sepenuhnya melewati garis gawang dengan bantuan berbagai perangkat elektronik.

Alat ini membantu wasit dalam menentukan lahirnya gol atau tidak. GLT tidak ditujukan untuk menggantikan peran wasit dan para hakim garis, namun lebih membantu mereka dalam membuat keputusan di lapangan pertandingan. (Wikipedia.org).

Dilatarbelakangi beberapa keputusan kontroversial pada sejumlah pertandingan Liga Utama Inggris, Piala Dunia FIFA 2010, dan Euro 2012, FIFA (yang sebelumnya menolak penggunaan teknologi ini) melakukan pengujian terhadap beberapa kandidat potensial untuk teknologi garis gawang. Sembilan buah sistem diuji pada tahap awal, namun hanya dua buah sistem bertahan.


Persetujuan FIFA Pada 2012

Pada 5 Juli 2012, International Football Association Board secara resmi menyetujui penggunaan teknologi garis gawang.

Kedua sistem yang disetujui yakni GoalRef dan Hawk-Eye -- keduanya sistem yang diuji pada pengujian tahap kedua. Pada Desember 2012, FIFA mengumumkan bahwa mereka akan memperkenalkan teknologi garis gawang untuk pertama kalinya dalam pertandingan kompetisi Piala Dunia Antarklub FIFA 2012 di Jepang.

Karim Benzema merasa ia mencetak hatrik dalam kemenangan 3-0 itu, tetapi teknologi garis gawang itu memperlihatkan gol kedua Prancis merupakan gol bunuh diri kiper Noel Valladares, sehingga Benzema kecewa karena seharusnya ia sudah mencetak tiga gol.

Sedangkan pelatih Prancis Didier Deschamps mengatakan teknologi itu membuat penonton bingung, meski Prancis justru diuntungkan karena gol kedua Les Bleus bisa dibuktikan secara tegas keabsahannya.

"Teknologi garis gawang adalah hal yang bagus. Wasit mendapat sinyal dan bisa membuat keputusan berdasarkan pada hal tersebut," tutur Deschamps, "Tapi layar menunjukkan sesuatu yang sulit dimengerti oleh banyak orang. Mereka melihat momen pertama di mana bola tidak masuk. Saya bisa mengerti mengapa pelatih Honduras marah. Namun gambar yang ditunjukkan harusnya bisa membantu wasit dan membuat semuanya jelas bagi semua orang," ujarnya.

Sesuatu yang baru selalu menimbulkan pro dan kontra, demikian pula dengan si "goal control" alias si teknologi garis gawang ini.

Dari waktu ke waktu pemikiran manusia semakin canggih dan teknologi memegang peranan penting dalam memajukan olah fisik ini, bahkan sudah terjadi perang teknologi, baik dalam usaha meningkatkan peran atlet mau pun penggunaan alat sarana dan prasarana kompetisi.

Atlet selalu menjadi obyek teknologi olahraga, karena kemajuan Iptek mendasari prestasi mereka. Teknologi semakin pesat, karena manusia lama kelamaan sudah tidak mampu menghitung atau bahkan melihat apa yang dilakukan manusia (atlet) lainnya.

Alat teknologi memiliki mata lebih jeli, mampu melihat si kulit bundar melewati garis gawang walau setipis apapun dan dapat mencatat lari Usain Bolt untuk membedakannya dengan lawan walau walau dengan bilangan seperseratus detik sekali pun.

Ilmu dan teknologi akan terus berkembang, berkejaran dengan prestasi atlet yang juga terus semakin cepat dan semakin kuat di lapangan.

Olah fisik dan olah teknologi, dewasa ini, sudah seperti dua mata uang logam: bersatu dan saling membutuhkan.  (A008/I015)

Oleh A.R. Loebis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014