Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore melanjutkan pelemahan sebesar 64 poin menjadi Rp11.883 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.819 per dolar AS.

"Memburuknya konflik di Irak dan Ukraina telah meningkatkan risiko geo-politik dunia, kondisi itu juga mendorong harga minyak dunia meningkat. Meningkatnya harga minyak itu akan mendorong nilai tukar dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang dunia," kata Analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir di Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan bahwa tingginya harga minyak dunia juga dapat membuat investor khawatir dengan beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dapat terus menggerus anggaran pemerintah Indonesia.

Di sisi lain, ia menambahkan bahwa investor juga sedang waspada menanti hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 17-18 Juni ini.

"Bank sentral AS (the Fed) diprediksi akan kembali melanjutkan kebijakan pengurangan stimulus keuangannya (tapering) dan sinyalkan potensi kenaikan suku bunga pada tahun depan," katanya.

Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada menambahkan bahwa terdepresiasinya sejumlah mata uang di Asia setelah menanggapi meningkatnya harga minyak mentah dunia menambah sentimen negatif bagi nilai tukar rupiah.

Apalagi, lanjut dia, dari dalam negeri sentimen pemangkasan anggaran kementerian yang telah disetujui DPR dikhawatirkan dapat berpengaruh pada proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sementara itu kurs tengah Bank Indonesia pada hari Selasa ini (17/6), tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp11.863 dibandingkan posisi sebelumnya Rp11.814 per dolar AS.  (ZMF/R010)

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014