Solo (ANTARA News) - Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa menduga para capres saat ini "kedodoran" soal dana pembiayaan kampanye.

Dia mengatakan hal itu sehubungan muncul wacana agar Presiden mengeluarkan Perppu UU Pilpres yang mengatur pemilihan presiden dan wakil presiden hanya satu putaran.

"Saya tidak tahu ada kepentingan apa (mengusulkan dikeluarkannya Perppu UU Pilpres), tapi saya lebih melihat bahwa masing-masing (capres) kedodoran soal biaya," kata Agun ditemui di sela-sela kunjungan kerjanya bersama Delegasi MPR ke PT INKA, di Madiun, Jawa Timur, Selasa.

Agun mengatakan jika capres dan koalisinya tidak memiliki biaya untuk menjalani kampanye, maka sebaiknya dari awal tidak usah maju di Pilpres.

Karena, kata dia, tidak ada demokrasi yang murah di negara manapun.

"Mungkin takut kalau ada putaran kedua, biaya sudah habis, sudah jor-joran. Padahal tidak ada demokrasi yang murah. Masih bagus demokrasi kita tidak berdarah-darah, tidak seperti di Timur Tengah," ujar Agun.

Dia meminta para capres konsisten menjalani proses demokrasi sesuai hukum yang berlaku dalam ini UU Pilpres.

Dalam UU Pilpres diatur bahwa pemilu dapat berlangsung dua putaran.

Apabila dalam putaran pertama tidak satu pun capres mampu mendapatkan suara 50 persen plus satu persen dari jumlah suara sah nasional serta mendapat 20 persen suara sah lebih dari separuh provinsi di Indonesia, maka akan dilangsungkan pemilu putaran kedua.

"Jadi harus konsisten kalau sudah memilih sistem A ya sistem A dijalankan," kata dia.

Lebih jauh Agun menilai penerbitan Perppu UU Pilpres adalah praktik inkonstitusional, sebab dalam konstitusi jelas disebutkan Indonesia sebagai negara kesatuan.

Menurut dia, jika Pilpres hanya satu putaran, maka ketentuan capres harus meraih sedikitnya 20 persen suara sah lebih dari separuh provinsi di Indonesia, akan hilang.

Akibatnya capres cukup berkonsentrasi meraup suara di Pulau Jawa saja karena 50 persen penduduk Indonesia ada di Pulau Jawa .

"Kalau memang begitu, mengapa para capres berkampanye di wilayah-wilayah pelosok dengan jumlah masyarakat sedikit, seperti Papua, Bangka Belitung, dan Gorontalo. Ini kan berbahaya," tegas dia.

Dia mengingatkan pemilu satu putaran juga akan membuat capres mengabaikan provinsi-provinsi yang minim penduduk.

Akibatnya legitimasi pemerintahan ke depan tidak kuat.

"Kalau legitimasi pemerintahan tidak kuat, itu menyalahi sistem pemerintahan kita yang menganut sistem presidensil. Sistem presidensil itu legitimasi pemerintah harus kuat," ucap dia.


Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014