New York (ANTARA News) - Selembar prangko Guyana Inggris bernilai satu sen dari tahun 1856, satu-satunya yang masih tersisa dari seri perangko tersebut, terjual seharga 9,5 juta dolar AS atau sekitar Rp113,5 miliar dalam lelang di Sotheby's, Selasa.

Harga setinggi itu menjadikan benda mungil berukuran 2,5 x 3,2 cm dengan cetak hitam pada kertas magenta tersebut sebagai prangko termahal yang pernah dijual dalam lelang dan benda termahal berdasar ukuran dan bobot, demikian menurut rumah lelang.

"Ini menjadi harga tertinggi yang pernah dibayar untuk satu prangko," kata David Redden, kepala bagian buku dan manuskrip seluruh dunia pada Sotheby's.

"Ini selalu menjadi prangko paling terkenal di dunia. Ini adalah salah satu benda dengan mistik besar yang tumbuh selama bertahun-tahun," katanya. 

Rekor penjualan selembar prangko sebelumnya adalah sekitar 2,2 juta dolar AS untuk satu prangko Swedia, Treskilling Yellow, salah warna tahun 1855 yang terjual tahun 1996.

Prangko Guyana Inggris dijual oleh jutawan John du Pont, pewaris perusahaan kimia du Pont yang meninggal dunia di penjara pada 2010 dalam usia 72 tahun. Ia menjalani hukuman penjara karena menembak juara gulat Amerika Serikat, David Schultz, tahun 1996.

Awal tahun ini perkumpulan penggemar prangko Royal Philatelic Society di London menilai ulang keaslian prangko yang dibeli du Pont pada 1980 dengan harga 935.000 dolar AS tersebut. Keasilan prangko itu dinilai pertamakali pada 1935.

Prangko magenta satu sen dari Guyana Inggris itu adalah salah satu prangko awal dunia.

Tahun 1856, di Guyana Inggris -- sekarang Republik Guyana, kepala pos setempat pernah meminta penerbit surat kabar mencetak sejumlah perangko, ketika pasokan dari Inggris--yang mencetak prangko itu-- terputus.

Masih ada beberapa edisi prangko empat sen yang dikeluarkan oleh negara Amerika Selatan, tetapi ini adalah satu-satunya prangko satu sen. Prangko itu sejak 1873 sudah tidak pernah diperlihatkan ke publik.

Prangko itu ditemukan kembali pada 1873 oleh seorang anak sekolah berusia 12 tahun bernama L. Vernon Vaughan yang tinggal di Guyana bersama keluarganya. Ia menemukan prangko itu dalam tumpukan kertas-kertas keluarga.

Ia menyimpan prangko itu dalam kumpulan koleksinya kemudian menjualnya pada seorang kolektor di Guyana.

Prangko itu dibeli oleh Philippe la Renotiere von Ferrary yang dikenal sebagai kolektor perangko ternama.

Koleksinya kemudian disumbangkan ke museum pos di Berlin yang kemudian diambil Prancis sebagai rampasan perang dari Jerman dan dijual pada 1922. Perangko itu dijual beberapa kali sebelum dibeli du Pont.
(Uu.M007)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014