Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai kedua pasangan calon presiden-cawapres belum memprioritaskan ekonomi berkelanjutan karena masih menjadikan sumber daya alam sebagai sumber ekonomi.

"Dua capres ini bicara (dalam agenda politik mereka) soal basis sumber daya alam sebagai tulang punggung ekonomi sehingga risiko lingkungannya cukup besar," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abetnego Tarigan.

Dia mengemukakan hal itu usai Seminar Nasional bertema "Memilih Presiden yang Pro Kelestarian Lingkungan dan HAM", di Jakarta, Rabu.

Menurut Abetnego, baik pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla maupun Prabowo-Hatta Rajasa memiliki semangat memperbaiki lingkungan dalam visi misi mereka namun dengan menjadikan sumber daya alam sebagai tulang punggung ekonomi menunjukkan belum adanya keseriusan mereka secara mendalam untuk lingkungan hidup.

"Sumber daya alam masih menjadi sumber ekonomi. Kalau utang luar negeri meningkat, bisa dibayangkan sumber daya alam makin dieksploitasi," ujar Abetnego.

Abetnego melihat isu lingkungan masih belum jadi isu utama dibandingkan dengan isu penegakan hukum, akses kesehatan, dan korupsi.

"Ini jadi pekerjaan rumah. Gerakan lingkungan hidup masih ditempatkan pada kasus bukan kaitan dengan politik, begitu juga tata ruang dan seterusnya. Padahal isu-isu lingkungan adalah isu teknis yang berkaitan dengan politik. Lingkungan dianggap konsekuensi saja," katanya.

Abetnego menjelaskan kerusakan lingkungan hidup terutama hutan Indonesia telah masuk kategori sangat parah sehingga Indonesia termasuk Negara penghasili emisi karbon lima besar di dunia dengan 80% sumber emisinya tata guna lahan dan alih fungsi lahan.

Sedangkan di dunia, kerusakan hutan merupakan penyebab 20 persen emisi gas-gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim ekstrem.

"Karena itu Presiden Indonesia mendatang harus yang pro lingkungan hidup agar kerusakan hutan dapat dihentikan," tegasnya.

Hutan Indonesia, yang merupakan ketiga terbesar dunia, memiliki fungsi ekologis yang penting bagi Indonesia dan dunia terus rusak dan menyusut.

Penelitian yang dipimpin oleh Matt Hansen dari University of Maryland menemukan bahwa Indonesia kehilangan 15,8 juta hektar antara tahun 2000 dan 2012.

Pewarta: Monalisa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014