Angkatan bersenjata adalah pembela demokrasi. Kami adalah tangan demokrasi. Jadi bagaimana bisa sebagai tangan kerja demokrasi melawan demokrasi, karena kita adalah bagian dari itu?"
Abuja (ANTARA News) - Perwira tinggi militer Nigeria Rabu menolak membicarakan kemungkinan kudeta di negara Afrika yang paling padat penduduknya itu, yang saat ini dalam cengkeraman pemberontakan dan kerusuhan gerilyawan yang mengamuk.

"Mengapa ada orang yang berpikir dengan cara negatif? Beritahu mereka kita tidak akan melakukannya. Rumor kudeta itu harus ada di tempat lain, tetapi tidak di Nigeria," kata Kepala Staf Pertahanan Alex Badeh.

Pemberontakan Boko Haram, yang telah menewaskan ribuan di Nigeria utara sejak tahun 2009, dikombinasikan dengan perselisihan etnis dan sektarian serta lemahnya pemerintah, telah menyebabkan beberapa komentator secara terbuka menyatakan bahwa situasi dapat menyebabkan pengambilalihan kekuasaan oleh militer.

Nigeria mendapat kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1960, namun enam tahun kemudian mengalami kudeta pertama, dan pada tahun 1967 perang saudara brutal pecah di atas tujuan separatis orang-orang Biafra di timur negara itu.

Ada periode singkat pemerintahan sipil antara tahun 1979 dan 1983 sebelum suksesi kudeta di pertengahan 1980-an sampai tahun 1990-an. Nigeria kembali ke demokrasi pada tahun 1999.

Marsekal Udara Badeh menolak pembicaraan pengambilalihan kekuasaan oleh militer dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Badan Orientasi Nasional Nigeria, yang mempromosikan program pemerintah di seluruh negeri.

"Angkatan bersenjata adalah pembela demokrasi. Kami adalah tangan demokrasi. Jadi bagaimana bisa sebagai tangan kerja demokrasi melawan demokrasi, karena kita adalah bagian dari itu?" katanya di satu acara di Abuja.

Badeh menyatakan terkejut tentang rumor kudeta, tetapi menyatakan kelompok militer profesional "tidak memiliki pilihan kecuali mencintai Nigeria".

Militer Nigeria baru-baru ini mulai melakukan penyitaan-penyitaan dan pencarian-pencarian terhadap surat-surat kabar nasional berkaitan dengan alasan apa yang dikatakan keamanan, sehingga mendorong beberapa media untuk mengklaim bahwa pemerintah berusaha untuk menahan kebebasan berbicara.

Salah satu harian menyamakan tindakan tersebut sebagai hari-hari gelap sensor di bawah kekuasaan militer.


Penerjemah: Askan Krisna

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014