Rio de Janeiro (ANTARA News) - Spanyol menjadi juara bertahan Piala Dunia kelima yang terisisih pada babak pertama Piala Dunia, setelah kalah 0-2 dari Chile di Maracana, Kamis dini hari tadi.

Berikut penilaian AFP Sports mengenai lima alasan apa yang salah pada sang juara dunia tersebut.

--Menggantungkan diri pada muka-muka lama
Setelah kalah 1-5 dari Belanda, pelatih Vicente del Bosque dipaksa mengganti baik Xavi Hernandez maupun Gerard Pique, dengan Pedro Rodriguez dan Javi Martinez.
Peremajaan timnas sepertinya harus dilakukan lebih awal. Pemain seperti gelandang Atletico Madrid Koke yang energik dan penuh semangat, terlalu terlambat diturunkan.
Dan keputusan untuk terus mempercayai Iker Casillas terbukti salah. Era si kapten tim mungkin sudah berakhir, apalagi dia tidak sering bermain bersama Real Madrid. Del Bosque punya cukup pilihan termasuk Victor Valdes yang cedera.

- Pertahanan yang keropos
Andai Casillas dikambinghitamkan maka dia mungkin akan berbalik menyalahkan para bek di depannya.
Tapi memang sukses Spanyol pada 2010 dan Euro 2012 pertama kali dan yang paling penting bertumpu pada pertahanan yang kuat.
Inspirasi Carles Puyol sudah tak ada lagi. Pique dan Sergio Ramos memang kompak di era lalu namun tidak untuk kali ini, sedangkan Javi Martinez tak bisa membuktikan sebagai solusi saat melawan Chile.
Menghadapi baik Belanda maupun Chile, Spanyol harus melawan tim yang memainkan formasi tidak ortodoks dan tak bisa menutupi bolong pertahanan yang membuat kebobolan tujuh gol pada dua laga.

- Pemilihan Diego Costa
Begitu Del Bosque membujuk Diego Costa untuk mewakili negara pengadopsinya ketimbang negeri asalnya Brasil, tak disangkal lagi bahwa bintang Atletico Madrid itu akan dimasukkan sebagai starting line-up.
Namun sayang Spanyol tak cukup berbuat untuk memaksa penyerang itu beradaptasi dengan gaya bermain mereka. Dia perlu operan agar menciptakan dampak, namun terlalu sering dia terdampar di daerah Chile  di antara tiga bek tengah mereka.
Dia juga terlihat tidak nyaman karena penonton Brasil yang tak senang kepadanya usai mencampakkan Selecao, terus mencemoohnya bail di Salvador maupun di Rio de Janeiro.

- Gagal beradaptasi
Secara umum, Spanyol bersalah karena terlalu mempercayakan diri pada sistem yang sangat efektif di masa lalu. Cara bermain La Roja dibangun di atas cara Barcelona yang mengantarkan banyak kesuksesan di bawah pelatih Pep Guardiola.
Namun kejatuhan Barcelona belakangan ini dan cara yang diadopsi Bayern Munchen di bawah asuhan Guardiola, diceraiberaikan oleh kecepatan dan kekuatan bermain Real Madrid pada semifinal Liga Champions yang kemudian memunculkan asumsi era "tiki-taka" tinggal kenangan.
Dan itu kembali terjadi Kamis dini hari tadi manakala kekuatan dan tekanan Chile membuat Spanyol salah umpan dan tak bisa mendominasi penguasaan bola, padahal mereka rajanya di masa lalu.

- Bermain di Amerika Selatan
selalu menjadi tantangan bagi negara-negara Eropa untuk menjuarai Piala Dunia di benua Amerika yang belum pernah mereka wujudkan.
Awal dari akhir era Spanyol dimulai di Maracana setahun lalu ketika mereka kalah 0-3 dari Brasil pada final Piala Konfederasi, dan kejatuhan itu terus berlanjut.
Setiap tim Amerika Selatan di Piala Dunia ini telah mendapat dukungan luar biasa dari penonton tuan rumah. Kekalahan 1-5 Spanyol dari Belanda membuat mereka perlu poin saat melawan Chile, namun mayoritas penonton di Maracana mendukung tim asuhan Jorge Sampaoli sehingga Chile bagaikan bertanding di kandang sendiri.



Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014