Jakarta (ANTARA News) - Mitigasi dan adaptasi penanggulangan kebakaran lahan dan hutan (karhutla) menjelang kemarau panjang sebagai dampak El Nino harus lebih ditekankan kepada pencegahan dari pada pemadaman kebakaran, kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Dalam diskusi bertema "Kebakaran Lahan, Siapa dirugikan?" di Jakarta, Jumat, Menhut menyatakan, mitigasi dan adaptasi karhutla harus menjadi tanggung jawab bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai penanggungjawab utama.

"Keterlibatan semua pihak menjadi sangat penting agar tidak terjadi salah persepsi serta mencari kambing hitam dikemudian hari," katanya dalam diskusi yang diadakan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) .

Menhut mencontohkan, salah satu persepsi yang salah dan berkembang di sebagian masyarakat saat ini bahwa kebakaran yang terjadi akibat ulah korporasi.

"Saya pikir, tidak satupun korporasi kehutanan yang bertindak bodoh dengan membakar lahannya sendiri karena mereka butuh kayu. Karena itu yang harus kita lakukan adalah membangun kesadaran semua pihak untuk tanggap dan siaga agar bencana kebakaran seperti awal tahun 2014 tidak terulang," kata Menhut.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menambahkan, proses penegakan hukum bertujuan memberikan efek jera terhadap pelaku sehingga orang tidak lagi sembarangan membakar hutan dan lahan.

Hadi mengatakan, hal terpenting mencegah kebakaran hutan adalah memutus aliran modal dari "cukong" yang tidak bertanggung jawab sekaligus berhenti membeli produk dari kawasan hutan yang diperoleh dengan cara tidak taat asas.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup Ryad Chairil menyarankan, proses hukum dalam kasus kebakaran hutan perlu menerapkan asas strict liability.

"Asas ini lebih mengedepankan proses penegakan hukum yang efektif dengan merehabilitasi kerusakan lingkungan akibat tindakan pelaku," katanya.

Menurut dia, asas tersebut lebih efisien, cepat dan akuntable di bandingkan proses pidana yang membutuhkan penetapan pengadilan yang sangat panjang dan tidak menjamin pengurangan beban pencemaran lingkungan.

Dalam penerapannya, pemerintah dapat dengan meminta ganti sesuai ketentuan Pasal 85 UU Lingkungan Hidup. Pasal ini mengatur nilai ganti rugi bisa melalui proses negosiasi berdasarkan perhitungan ahli independen sehingga tidak perlu lewat persidangan.

Namun demikian, lanjutnya, sanksi pidana bisa diberlakukan terhadap korporasi yang jelas-jelas dengan sengaja melakukan pembakaran lahan baik itu untuk kepentingan pembukaan lahan (land clearence) atau kepentingan lainnya.

Ryad Chairil menilai, kesadaran korporasi kehutanan terkait tata kelola lingkungan yang seimbang sebenarnya sudah lebih baik. Kesadaran tersebut muncul sebagai respon atas pengaruh hukum lingkungan internasional yang terhubung erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan biaya ekonomi.

Ketua Komite Koordinasi Asosiasi Bidang Kehutanan, Pertanian dan Agrikultur Kadin Tony Wenas mengatakan, dunia usaha akan total mendukung pemerintah dalam penanggulangan karhutla yang terjadi hampir setiap tahun terutama di provinsi Riau.
(S025/R010)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014