Kita tentu akan terus ingat pelajaran sekolah mengenai "benda" yang hanya terdiri dari tiga jenis, yakni benda padat, benda cair, dan benda gas.

Contoh perubahan bentuk benda pun kita masih ingat. Contohnya air: didinginkan menjadi benda padat (es), dipanaskan jadi benda gas (uap), dibiarkan tetap jadi benda cair (air).

Belakangan ahli fisika menemukan jenis benda yang tidak masuk padat, cair, atau gas. Namanya: plasma.

Ahli fisika juga yang menemukan hal paling baru ini: D3 dan H2O yang diproses melalui fusi plasma menghasilkan neutron. Inilah penemuan terbaru yang semula diperkirakan baru akan terjadi tahun 2050: untuk memproduksi neutron tidak perlu lagi proses di reaktor nuklir.

Saya mendapat kesempatan untuk melihat penemuan baru berupa generator neutron itu Rabu lalu. Lokasinya di Madison, Wisconsin, hanya lima menit dari kampus Universitas Wisconsin yang terkenal itu. Tentu saya ke situ bersama Dirut PT Inuki (Industri Nuklir Indonesia) Dr Yudiutomo Imardjoko, Dirut PT Bahana (Persero) Dwina S Wijaya, Dirut PT IPTN North America (INA) Gautomo Indra Djaja, dan Konsul RI di Chicago Andriana Supandy.

Generator neutron itu memang benar-benar baru. Baru jadi. Namun sudah dicoba dan terbukti berhasil memproduksi neutron. Alat inilah yang akan diboyong ke pabrik yang akan dibangun bersama oleh SHINE Corporation dan PT Inuki (Persero).

Sehari sebelumnya, di Washington DC, Yudi dan Gregory Pefier (CEO SHINE yang juga penemu generator neutron itu) menandatangani MoU kerjasama itu. Upacara dilakukan di gedung Kedutaan Besar Indonesia. Dubes kita Budi Bowoleksono menjadi tuan rumahnya.

Sambutan Greg begitu melegakan saya. Isi sambutannya berupa pengakuan akan kemampuan dan kapasitas orang-orang kita di bidang ini. Dia menyebutkan kerjasama AS-Indonesia ini benar-benar didasarkan pada keunggulan masing-masing partner. Ini tentu membanggakan. Sebuah kerjasama yang dasarnya saling memerlukan.

SHINE memang sudah mampu memproduksi neutron dengan penemuannya itu. Namun SHINE memerlukan Inuki untuk bisa membuat neutron itu menjadi isotop. SHINE memang mencoba juga untuk membuat isotop dari neutronnya itu namun sampai sekarang belum berhasil. Greg juga menunjukkan kepada saya alat-alat uji coba yang belum bisa menghasilkan isotop itu.

Isotop adalah cairan yang sangat diperlukan oleh para dokter. Yakni untuk mendeteksi kanker dalam tubuh pasien. Cairan isotop itulah yang dimasukkan dalam tubuh saat seorang pasien menjalani MRI. Dari cairan itu akan diketahui apakah ada kanker atau penyakit lain di dalam tubuh pasien.

Selama ini sudah banyak negara yang mampu membuat ishotop. Yakni dengan cara "menabrakkan" neutron dengan uranium, dengan cara-cara tertentu. Tapi yang memprosesnya dengan metode low enrichment baru Inuki yang mampu melakukannya. Negara-negara lain masih menggunakan metode high-enrichment.

Padahal high-enrichment itu akan dilarang. Mengapa? "Karena punya potensi untuk menjadi senjata nuklir," ujar Yudiutomo, lulusan Fakultas Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada yang meraih doktor nuklir di Amerika Serikat.

Yudi adalah penemu metode low-enrichment. Cara ini tidak memungkinkan bisa menghasilkan senjata nuklir. Yudi menjadi sangat terkenal di masyarakat nuklir dunia karena penemuannya itu. Ia juga terkenal karena penemuan lainnya dalam sistem penyimpanan sampah nuklir.

Penemuan-penemuan itulah yang membuat perusahaan AS seperti SHINE ini memilih PT Inuki sebagai partner strategisnya. Apalagi, seperti dikatakan Greg dalam sambutannya, Kanada akan menutup reaktor nuklirnya di akhir tahun 2016. Reaktor itu dianggap sudah sangat tua. Akibatnya Kanada tidak akan bisa lagi memasok isotop untuk rumah sakit di Amerika. Padahal keperluan isotop di AS begitu besar.

Kerjasama SHINE-INUKI ini sangat ditunggu realisasinya. "Pemerintah AS mengamati dari dekat kerjasama ini dan memberikan dukungan yang kuat," ujar James L Connaughton, Penasihat SHINE yang juga Executive Vice President C3 Energy. Karena itu proyek pertama kerjasama ini akan dibangun di AS. Proyek keduanya nanti di Indonesia. SHINE juga setuju proyek-proyek selanjutnya di negara lain di seluruh dunia akan tetap ditangani berdua.

Isotop memang harus diproduksi di dekat penggunanya. Dia tidak bisa dikirim dari lokasi yang jauh karena kemampuan radiasi isotop akan habis "menguap" dalam waktu beberapa jam saja.

Di Indonesia, bagi Inuki, bisnis isotop memang tidak mudah. Apalagi itu menjadi satu-satunya bisnisnya. Kalau tidak ada pengembangan seperti kerjasama dengan SHINE ini kondisinya akan terus menjadi perusahaan kecil seperti sekarang. Bahkan akan menjadi lebih sulit karena PT Inuki sangat tergantung pada reaktor yang ada sekarang.

Bagi Inuki kerjasama ini seperti sebuah pilihan yang mutlak: berbuat atau mati. Janganlah terus dalam kondisi sulit seperti sekarang ini. Sayang kalau kehebatan SDM-nya terbatasi oleh lingkup usaha yang amat terbatas dan amat kecil itu.

Karena itu saya minta tim Inuki-Bahana-INA untuk bertahan dua hari di Madison meneruskan diskusi-diskusi sampai detail dengan Greg dan timnya. Saya sendiri segera ke Milwaukee untuk ke Maroko dan Aljazair via New York.

Saya mengincar sesuatu yang jauh dari isotop: energi! Tahap berikut dari pemanfaatan neutron itu adalah untuk tenaga listrik. Inilah kebutuhan kita yang sangat nyata saat ini dan masa depan.

Meski mungkin tidak sempat menangani sendiri realisasi proyek ini, tapi semua pihak tentu sudah menyadari urgensi dan strategisnya persoalan ini.


Oleh Dahlan Iskan
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2014