Hormon stres adalah salah satu mekanisme yang kami percaya mengarah pada pelapukan otak. Seperti batu di bibir pantai, setelah bertahun-tahun akhirnya akan pecah dan menghilang."
Jakarta (ANTARA News) - Sebuah studi baru dari Universitas Iowa melaporkan hubungan potensial antara hormon stres dan kehilangan ingatan jangka pendek pada orang dewasa yang lebih tua.

Penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Neuroscience ini mengungkapkan, jumlah kortisol yang tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan ingatan menyimpang seiring usia kita. Kortisol merupakan hormon alami dalam tubuh kita yang jumlah dapat melonjak saat kita mengalami stres, lapor laman newswise.com.   

Para peneliti mengatakan, peningkatan jumlah kortisol dalam jangka pendek sangat penting untuk kelangsungan hidup. Hormon ini membuat kita waspada dan mampu berpikir sendiri sehingga dapat membantu kita menjawab tantangan hidup.

Namun, bila jumlah kortisol bertambah terus menerus atau berkelanjutan, salah satunya karena stres berkepanjangan, maka dapat menyebabkan banyak konsekuensi negatif pada tubuh kita, yakni masalah pencernaan, kecemasan, penambahan berat badan dan tekanan darah tinggi.

Dalam studi ini, para peneliti UI menghubungkan jumlah kortisol dengan hilangnya sinapsis secara bertahap pada korteks prefrontal, yakni daerah otak tempat ingatan jangka pendek berada.

Sinapsis adalah koneksi yang membantu kita memproses, menyimpan dan mengingat informasi. Dan ketika kita bertambah tua, pengulangan dan paparan jangka panjang kortisol dapat menyebabkan informasi menyusut dan menghilang.

"Hormon stres adalah salah satu mekanisme yang kami percaya mengarah pada pelapukan otak. Seperti batu di bibir pantai, setelah bertahun-tahun akhirnya akan pecah dan menghilang," ujar asisten profesor psikologi di UI, Jason Radley, seperti dilansir rilis publik Universitas Iowa.

Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti menjadikan hewan tikus sebagai objeknya. Mereka membandingkan tikus tua dengan tikus berusia empat bulan, yang kira-kira sama seperti orang berusia 20 tahun.

Mereka lalu membagi dua kelompok tikus yakni kelompok muda dan tua berdasarkan apakah tikus memiliki tingkat tinggi secara alami atau rendah hormon corticosterone.

Para peneliti kemudian menempatkan tikus dalam labirin berbentuk T yang mengharuskan mereka untuk menggunakan memori jangka pendek mereka. Untuk menerima sebuah perlakuan, tikus perlu mengingat arah pada 30, 60 atau 120 detik yang lalu, kemudian berbalik ke arah sebaliknya.

Hasil percobaan menunjukkan, tikus-tikus tua dengan tingkat kortikosteron tinggi secara konsisten melakukan yang terburuk. Mereka hanya 58 persen memilih arah yang benar dibandingkan tikus-tikus yang lebih tua dengan tingkat kortikosteron rendah yang memilih arah benar sebanyak 80 persen.

Ketika para peneliti mengambil sampel korteks prefrontal tikus dan memeriksanya dengan mikroskop, mereka menemukan tikus yang kinerjanya buruk memiliki lebih kecil dan 20 persen lebih sedikit sinapsis dibandingkan kelompok lain. Hal ini menunjukkan hilangnya ingatan.

Sebaliknya, tikus yang lebih tua dengan tingkat kortikosteron rendah menunjukkan sedikit kehilangan ingatan. Temuan ini serupa pada tikus yang lebih muda, yang tidak terpengaruh oleh tingkat kortikosteron - rendah atau tinggi.

Namun, para peneliti mengatakan hal penting untuk diingat ialah hormon stres hanya satu dari sejumlah faktor yang menyebabkan penurunan mental dan kehilangan ingatan seiring usia kita.

Studi ini merupakan yang pertama kali  meneliti dampak jumlah kortisol pada korteks prefrontal. Sekalipun demikian, menurut Radley, temuan ini meningkatkan kemungkinan penurunan ingatan jangka pendek pada orang dewasa dapat diperlambat atau dicegah melalui perawatan yang menurunkan kadar kortisol pada individu yang rentan. Misalnya, orang-orang yang mengalami depresi, stres jangka panjang akibat peristiwa kehidupan traumatis seperti kematian orang yang dicintai.

Menurut Radley dan Rachel Anderson, penulis utama studi ini, penyimpangan ingatan jangka pendek yang berkaitan dengan kortisol dimulai saat usia 65 tahun. Usia ini setara dengan tiks berusia 21 bulan yang menjadi objek studi ini.

Studi ini didanai oleh National Institutes of Health. (*)

Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014