Pontianak (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan ironis ikan arwana merah super atau "siluk" dari Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, lebih dikenal dunia berasal dari Malaysia.

"Soal siluk ini ironis, yang punya nama Malaysia, padahal asalnya dari Kalbar. Beberapa hari yang lalu, kami mendapat kunjungan Menteri dari Malaysia, dia memberikan suvenir kenang-kenangan gambarnya siluk, padahal ikan tersebut asli daerah kita," kata Dirjen Slamet di Pontianak, Rabu (25/6) malam.

Menurut Slamet, budi daya ikan arwana merah super dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang dari proses pemijahan dan pembenihan. Pada 2013, total produksi arwana merah super sebanyak 130 ribu ekor, dari total ikan arwana 2.874.500 ekor.

"Jika dibanding Malaysia, produksi siluk kita sebenarnya jauh di atas mereka. Ini mungkin karena kebijakan ya, pengelolaannya harus lebih terpadu," ujar dia.

Salah satu masalah budi daya ikan arwana merah super, katanya, adalah tumpang tindihnya izin antara KKP, dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) karena ikan ini merupakan spesies yang dilindungi oleh Konvensi Internasional tentang Perdagangan Spesies Flora dan Fauna yang Terancam Kepunahan (CITES) dan masuk dalam ketentuan Appendix II.

Maka dari itu, kegiatan penangkaran arwana merah super berada di bawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kemenhut.

Slamet mengharapkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari lembaga penelitian seperti LIPI untuk mendorong agar ikan arwana merah super dapat keluar dari CITES.

"Namun, setelah CITES dicabut, harus ada ketentuan baru yang mengatur, misalnya pengambilan ikan arwana ini tidak boleh dalam jumlah banyak, ekosistemnya terpelihara, dan lain-lain" ujarnya.

Untuk membuat pengembangan budi daya ikan hias tersebut secara berkelanjutan, Slamet mengatakan pihaknya sudah merancang pedoman umum atau petunjuk pelaksanaan budi daya ikan yang harganya dapat mencapai puluhan juta rupiah.

Dalam pedoman umum yang dimiliki KKP mengenai budi daya arwana super merah, ditekankan pada pengelolaan yang berkelanjutan, dengan salah satunya mengaplikasikan sistem sertifikasi untuk mengetahui rekam asal usul ikan tersebut guna mencegah budi daya yang dilakukan secara ilegal.

Slamet menambahkan, pedoman umum itu juga menekankan pada konsep industrialisasi siluk, untuk peningkatan nilai tambah produk, namun tetap memerhatikan kelestarian ekosistem.

Berdasarkan data KKP, ekspor ikan arwana merah super mencapai 20 ribu ekor per tahun. Sasaran ekspornya mencakup Singapura, Malaysia, dan Tiongkok.

(I029/T007)

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014