KPK juga menemukan peluru asli di lokasi penggeledahan."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dua senapan angin (air soft gun) dari rumah pengusaha Palembang, Muhammad Syarif Abubakar, terkait kasus dugaan korupsi dan keterangan palsu sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tersangka Wali Kota Palembang Romi Herton.

"Dari penggeledahan disita dua air soft gun," kata Juru Bicara KPK Johan Budi melalui pesan singkatnya di Jakarta, Jumat.

KPK melakukan penggeledahan di rumah dan kantor pengusaha Muhammad Syarif Abubakar pada Rabu (25/6).

"KPK juga menemukan peluru asli di lokasi penggeledahan," ujarnya.

Namun, KPK kemudian menganggap tidak berkaitan dengan perkara tersebut, sehingga diserahkan kepada pihak kepolisian.

"Jadi, ini tidak berkaitan dengan perkara," ujarnya.

Selain senapan angin, KPK juga menyita sejumlah dokumen dari penggeledahan, namun hingga saat ini belum diketahui detail kaitan Abubakar dalam kasus yang menjerat Romi dan Masitoh.

Muhammad Syarif Abubakar telah dicegah pergi ke luar negeri sejak 17 Juni 2014 lalu hingga 6 bulan.

KPK juga mengirimkan surat pencegahan untuk Romi Herton dan istrinya, Masitoh, kemudian orang dekat mantan Ketua MK Akil Mochtar, Muhtar Ependy, pegawai BPD Kalimantan Barat Iwan Sutaryadi, pihak swasta Yossi Alfiriana dan Sekretaris Daerah Pemerintah kota Palembang Ucok Hidayat.

"Penggeledahan sejak kemarin dan sampai sekarang masih berlangsung," ujarnya.

Romi dan Masitoh dalam kasus ini disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pemberian atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman maksimal penjara 15 tahun dan denda paling banyak Rp750 juta.

Selain itu, Romi dan Masitoh juga diduga melanggar pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 20 tahun 2001n yaitu mengatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yaitu setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan tidak benar dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Dalam surat dakwaan mantan Ketua MK Akil Mochtar disebutkan bahwa dalam sengketa pilkada kota Palembang, Akil menerima uang sebesar Rp19,87 melalui Muhtar Ependy yang diberikan calon walikota Romi Herton yang mengajukan permohonan keberatan ke MK Romi Herton.

Uang tersebut ditransfer ke Akil melalui rekening giro atas nama perusahaan milik istrinya di CV Ratu Samagat yang diberikan secara bertahap melalui Masitoh.

MK saat dipimpin Akil membatalkan hasil penghitungan suara Pilkada Kota Palembang 2013 sehingga Romi Herton dan Harjono Joyo memenangkan pilkada Palembang. (*)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014