Terkait kebijakan itu, pemerintah tidak fair karena merugikan perusahaan atau produsen rokok,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Aviliani menilai kebijakan pemerintah soal pencantuman kemasan rokok gambar berbahaya tidak adil karena diberlakukan secara mendadak.

"Terkait kebijakan itu, pemerintah tidak fair karena merugikan perusahaan atau produsen rokok," kata Aviliani saat dikonfirmasi di Jakarta Jumat.

Aviliani menyatakan pemerintah memberlakukan kebijakan kemasan rokok gambar berbahaya hanya sepekan atau dua pekan yang akan berdampak terhadap keberadaan produsen.

Ia mengatakan seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan secara terencana dan matang sehingga tidak mengancam investasi produsen rokok di Indonesia.

Aviliani beralasan pemerintah tidak mempertimbangkan aspek penghitungan pengeluaran biaya untung-rugi dan operasional industri rokok selama setahun.

"Padahal kebijakan pemerintah yang mendadak akan berpengaruh terhadap saham bagi seluruh industri di Indonesia," ujar Aviliani.

Terlebih mayoritas produsen rokok di Indonesia berasal dari Penanam Modal Asing (PMA) yang terancam dengan kebijakan tersebut.

Aviliani mengkhawatirkan produsen rokok berasal dari luar negeri akan meninggalkan Indonesia dan membuka pabrik di negara lain.

"Pasalnya produsen asing akan berpikiran Indonesia tidak memiliki kepastian hukum," ujar Aviliani seraya menambahkan industri asing bisa berpikiran cukup hanya mengimpor produk ke Indonesia.

Lebih lanjut, Aviliani memperkirakan kebijakan kemasan rokok gambar berbahaya tidak akan efektif karena pemerintah hanya menekankan terhadap penyuplai atau industri rokok.

Pemerintah seharusnya memberikan edukasi bahaya merokok terhadap anak usia dini agar menjauhi rokok.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti memastikan akan mematuhi peraturan yang dikeluarkan pemerintah.

Sejumlah produsen rokok sudah mulai memasarkan kemasan rokok dengan mencantumkan gambar berbahaya sejak 23 Juni 2014.

Muhaimin menyatakan konsumen masih akan menemui kemasan rokok lama karena sesuai arahan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tidak ada penarikan kemasan rokok lama.

Sementara itu, BPOM mencatat sebanyak 305 jenis rokok atau 13,44 persen merk rokok yang mencantumkan peringatan kesehatan gambar berbahaya telah beredar di pasaran sejak 24 Juni 2014 dan kemasan lama yang masih beredar sekitar 1.965 item rokok (86,56 persen) dari total 2.270 item.

Kepala BPOM Roy Sparringa menegaskan telah mengirimkan surat teguran kepada perusahaan yang belum mencantumkan gambar berbahaya pada kemasan rokok atau "Pictorial Health Warning" (PHM).

Roy menambahkan BPOM dan 31 Balai POM di Indonesia mengawasi selama dua hari sejak diberlakukan aturan mengenai PHW yang diamanatkan dalam PP No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan pada Selasa (24/6).

Total merek rokok yang terdaftar di Direktorat Bea dan Cukai adalah sebanyak 3.363 merek dari 672 perusahaan.

(T014/I007)

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014