Model transaksi dalam rantai logistik di Batam mulai dari pelabuhan hingga perusahaan manufaktur saja selama ini masih menggunakan mata uang dolar Amerika (AS) atau dolar Singapura (Sing Dolar).
Batam (ANTARA News) - Pelaku industri pelayaran menilai sulit menerapkan kewajiban penggunaan rupiah berdasarkan UU No.7 tahun 2011 (UU No.7/2011) dalam transaksi rantai logistik di Pelabuhan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam. 

Ketua Indonesian National Shipowner's Association (INSA) Batam, Zulkifli Ali, menyatakan pemberlakuan transaksi dengan mata uang asing terjadi karena penyesuaian tarif dari rantai pertama logistik kapal yang menggunakan dolar AS.

"Model transaksi dalam rantai logistik di Batam mulai dari pelabuhan hingga perusahaan manufaktur saja selama ini masih menggunakan mata uang dolar Amerika (AS) atau dolar Singapura (Sing Dolar). Penggunaan rupiah dinilai tidak akan cukup nyaman bagi pelaku usaha di Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam," kata Zulkifli Ali, di Batam, Minggu.

Zulkifli berharap, Menteri Koordinator Perekonomian meninjau dulu ke Batam untuk mengetahui kondisi sebenarnya sehingga sulit diterapkan transaksi dengan rupiah.

"Kewajiban tersebut patut dipersoalkan karena bila dipaksakan akan memberatkan kalangan pengusaha pelayaran, khususnya di Batam. Pengusaha pelayaran akan menghadapi lonjakan biaya karena nilai atau harga jasa yang dikenakan operator pelabuhan akan berubah mengikuti kurs dolar," ucapnya.

Dengan penggunaan mata uang asing, INSA menilai tarif pelabuhan di Batam lebih murah dibanding daerah lain.

Sementara itu, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho, mengatakan tidak mempersoalkan kebijakan yang mewajibkan seluruh transaksi dalam kawasan Batam termasuk pelabuhan harus dalam bentuk rupiah. Apalagi, kata dia, kewajiban itu dinilainya tidak akan mempengaruhi harga barang atau nilai transaksi hingga pendapatan pelabuhan.

"Selama ini transaksi di pelabuhan memang menggunakan dolar. Tidak masalah, meski pakai kurs dolar karena juga dibayarkan dengan menggunakkan rupiah, kapal bisa melalui agennya untuk mengkonversikan," katanya.

Sementara pengamat kepelabuhanan, Muhammad Ihsan, menilai kewajiban penggunaan rupiah tidak akan menjadi masalah karena dalam transaksinya harus bisa terkonversikan ke rupiah.

"Namun pemerintah jangan terlalu kaku dalam penerapannya. Bank Indonesia juga harus mensosialisasikannya dengan baik dan gencar," ujarnya. 

(KR-LNO/F003) 

Pewarta: Larno
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014