Jakarta, 1 Juli 2014 (ANTARA) - Pendidikan untuk masyarakat pesisir pada hakikatnya merupakan human investmen dan social capital, terutama bagi kepentingan pembangunan nasional. Dalam banyak hal, terjadinya kemiskinan masyarakat pesisir terutama nelayan bukan semata-mata karena masalah ekonomi akan tetapi salah satu penyebabnya ialah pendidikan yang rendah. Pendidikan yang memadai dan bermutu baik, paling tidak dapat dijadikan modal untuk mencari dan menciptakan peluang-peluang kerja yang dapat menjadi sumber kehidupan dan peningkatan kesejahteraan nelayan. Kenelayanan adalah budaya bangsa, warisan keahlian dan keterampilan bangsa yang harus tetap dilestarikan. Sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memprioritaskan program regenerasi nelayan. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan pada rangkaian Safari Ramadhan 1435 H/2014 di Kampus Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta, Selasa (1/7).

Menurut Sharif, untuk menyikapi hal tersebut KKP menerapkan sistem pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory pada satuan-satuan pendidikan kelautan dan perikanan setingkat pendidikan tinggi (Sekolah Tinggi Perikanan/STP dan Akademi Perikanan/AP) dan pendidikan menengah (Sekolah Usaha Perikanan Menengah/SUPM). Sistem pendidikan vokasi tersebut diharapkan dapat mewujudkan generasi nelayan yang handal dan profesional. Pendidikan vokasi dicirikan dengan porsi 60% praktek dan 40% teori bagi tingkat pendidikan tinggi serta 70% praktek dan 30% teori untuk tingkat pendidikan menengah. Sementara itu pendekatan teaching factory merupakan penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan proses produksi yang sebenarnya dan sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia industri. “Untuk perekrutan peserta didiknya menggunakan persentase 40% anak pelaku utama, 40% masyarakat umum, dan 20% kerja sama dengan instansi terkait”, kata Sharif.

Sharif menjelaskan, melalui sistem perekrutan tersebut anak-anak pelaku utama yaitu nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan, serta petambak garam, yang telah terbentuk oleh lingkungan sektor kelautan dan perikanan semenjak kecil lebih diprioritaskan sehingga diharapkan terjadi regenerasi.  “Setiap anak-anak pelaku utama mendapat kesempatan mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh KKP. Setelahnya lulus mereka telah menjadi sumber daya manusia unggul yang handal dan profesional, yang siap mengelola sektor kelautan dan perikanan”, ujar Sharif.

Selain itu memaknai ibadah puasa ramadhan dalam sambutannya Sharif mengingatkan, generasi bangsa setidaknya memiliki tiga nilai moral dan psikologis puasa ramadhan yang sangat positif. Pertama, berpuasa adalah memiliki fungsi untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua secara psikologis, berpuasa mendidik sikap dan perilaku untuk meningkatkan kedisiplinan diri. “Adapun ketiga, secara psikologis berpuasa juga membentuk sikap dan perilaku kecintaan, persaudaraan, atau kepedulian kepada orang lain”, jelas Sharif.

Sharif menambahkan, tiga nilai moral dan psikologis berpuasa tersebut kiranya dapat ditingkatkan dalam satuan pendidikan dan pelatihan lingkup KKP. Sehingga mampu menciptakan generasi bangsa profesional yang bertaqwa, berdisiplin dan memiliki kepedulian kepada masyarakat baik nelayan, pembudidaya maupun pengolah ikan di seluruh wilayah Indonesia. “Semoga kita semua dapat memaknai puasa ramadhan ini secara komprehensif yaitu mampu meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mendidik sikap dan perilaku untuk meningkatkan kedisiplinan diri, serta membentuk sikap dan perilaku kecintaan, persaudaraan, atau kepedulian kepada orang lain”, tutup Sharif.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014