Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo menegaskan aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Daerah Maluku Utara, agar tidak mempetieskan kasus sengketa hukum yang diduga melibatkan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara dengan PT Morotai Marine Culture (MMC).

Termasuk upaya sejumlah anggota DPR RI yang ikut melakukan intervensi di kasus ini.

Upaya intervensi dalam proses hukum yang sedang berjalan tidak pernah dibenarkan. Apalagi proses hukum sedang berjaan di Polda Malut. Ini jelas sangat disayangkan," tegas Bambang di Jakarta, Rabu.

Politisi yang akrab disapa Bamsoet ini, juga mengaku prihatin dengan berlarut-larutnya sengketa kasus yang sudah terjadi sejak 2012 ini. Ia menilai, bila berlarut-larut, akan berakibat pada image negatif terhadap penegakan hukum dan juga akan merusak iklim investasi di daerah yang seharusnya dijaga dan terus dikembangkan.

"Ini kan jelas menjadi pertanyaan. Ada apa, kok sudah dua tahun kasusnya belum selesai juga. Kondisi ini tentunnya akan sangat mengganggu iklim investasi dan jalanya roda perekonomian di daerah itu," ujar Bamsoet.

Politisi Golkar ini juga menyarankan agar, pemerintah daerah seharusnya bisa bersikap, ramah terhadap investor dan pengusaha yang mau ikut serta membangun daerah itu.

"Bukan malah sebaliknya. Semuanya kan bisa dikomunikasikan. Begitupun dengan polisi dan aparat penegak hukum lainnya wajib melindungi investor dan pengusaha yang membawa dampak positif bagi perkonomian masyarakat setempat," tuturnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Al Muzammil Yusuf mengatakan, kunjungan anggota Komisi III DPR RI ke Ternate itu untuk memantau perkembangan kasus sengketa hukum yang diduga melibatkan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara dengan PT Morotai Marine Culture (MMC). Penyelesaian kasus yang bermula dari perselisihan investasi di bidang perikanan ini dinilai berlarut-larut dan telah memancing anarkisme sejumlah pihak.

Sejumlah anggota yang ikut kunjungan adalah Ruhut Sitompul (FPD), Abu Bakar Alhabsy (FPKS), Otong Abdurrahman (FPKB) dan Subiyakto (FPD). Di provinsi yang terkenal dengan Gunung Gamalama ini, mereka juga melakukan rapat dengan jajaran Kajati dan Polda Malut.

Sebelumnya diberitakan, kasus ini bermula dari perusakan, penutupan paksa, dan penjarahan fasilitas milik PT MMC pada tahun 2011, hingga merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp300 miliar. (zul)


Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014