Balikpapan (ANTARA News) - Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kota Balikpapan keberatan dan memprotes kebijakkan Pemerintah Kota Balikpapan yang memungut pajak hingga 60 persen atas orang yang menggunakan fasilitas di hotel meski tidak menginap.

"Kami akan mengajukan keberatan kembali. Sebenarnya kami sudah ajukan keberatan tapi tidak ditanggapi, makanya kami ajukan keberatan lagi. Saya juga sudah bertemu Wali Kota Rizal Effendi. Beliau minta kami ajukan surat keberatan lagi lengkap dengan alasan-alasannya," kata Ketua PHRI Balikpapan Yulidar Gani.

Sebelumnya Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Balikpapan Tirta Dewi mengungkapkan, setiap pengunjung hotel berbintang yang menggunakan fasilitas hotel disebut meski tidak menginap, maka dikenakan pajak. Untuk pemanfaatan fasilitas hiburan dan rekreasi dikenai pajak hingga 60 persen sementara untuk restoran dikenakan pajak 10 persen.

Fasilitas hiburan dan rekreasi hotel itu antara lain klub malam, bar, kolam renang, pusat kebugaran, dan spa. Termasuk juga pemanfaatan ruang rapat dan ruang pertemuan.

"Jadi fasilitas tambahan yang dimiliki hotel dan bisa dinikmati di luar tamu menginap di hotel itu dikenakan pajak sendiri," jelas Tirta Dewi. Karenanya, tegas Kepala Dispenda, pengelolaan fasilitas tambahan itu wajib didaftarkan manajemen hotel dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berbeda.

"Karena itu kode rekeningnya kan berbeda. Pajaknya dipisah dengan pajak hotel," terangnya.

Malah, menurut Tirta Dewi, aturan itu semestinya sudah diterapkan sejak tiga tahun lalu, yaitu sejak DPRD Balikpapan mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2010 dan Wali Kota Balikpapan mengeluarkan Peraturan Wali Kota Nomor 5 Tahun 2011.

"Mungkin saja ada ketidaktahuan dan tidak mengerti mereka para pelaku usaha. Aturan ini sudah dibuat sejak 2011," demikian Kepala Dispenda Balikpapan. (*)

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014