Jakarta (ANTARA News) - Sumberdaya manusia (SDM) Indonesia saat ini harus diberdayakan untuk menghadapi berkah "bonus demografi" pada tahun 2025-2030 dimana tingginya jumlah penduduk usia produktif (usia 15--64 tahun) sehingga diharapkan mampu mempercepat peningkatan produksi negara.

Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dr. Hanibal Hamidi, M.Kes, mengatakan hal itu saat menyampaikan Kuliah Umum di hadapan Mahasiswa rumpun ilmu kesehatan antara lain; Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Akademi Kebidanan, Akademi Perawat di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Kalbar, belum lama ini.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, Hanibal mengatakan, bonus demografi akan menjadi modal besar bagi NKRI apabila kualitas sumberdaya manusianya tinggi sehingga memiliki daya saing di era pasar bebas saat ini. Selain itu, bonus demografi itu juga akan mampu mempercepat peningkatan produksi negara yang sekaligus mampu melepaskan diri dari keterjebakan sindrome negara berkembang.

Untuk hal tersebut, kata Hanibal, sangat penting kiranya prioritas pembangunan nasional diletakkan pada bidang kesehatan sebagai pilar utama tema RPJMN 2015--2019 sebagai keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi.

"Jika kita memiliki gagasan tentang percepatan kemajuan bangsa, maka saat inilah untuk disampaikan guna mempengaruhi kebijakan rencana pembangunan nasional 5 tahun mendatang yang termuat dalam dokumen RPJMN 2015--2019 yang sedang disusun dan akan disinkronkan dengan substansi janji politik yang dikampanyekan oleh presiden terpilih saat proses pemilihan presiden sebelumnya," katanya.

Dengan demikian, lanjut Hanibal, Indonesia dapat ikut memastikan pembangunan nasional akan sesuai dengan kebutuhan pembangunan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

Hanibal mengungkapkan, salah satu program dan kebijakan yang digagas Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal melalui Peraturan Menteri PDT No. 1 tahun 2013 adalah Pembangunan Perdesaan Sehat.

"Kebijakan Perdesaan Sehat merupakan pilihan pendekatan penajaman bagi upaya perce-patan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan di daerah tertinggal, yang sekaligus sebagai inisiasi dalam mewujudkan amanah UU No 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005--2025, yaitu "paradigma pembangunan nasional berwawasan kesehatan," ujarnya.

Hanibal menjelaskan, Perdesaan Sehat adalah kegiatan percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan di daerah tertinggal yang dijalankan dalam kerangka Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.

Kebijakan Pembangunan Perdesaan Sehat diarahkan pada penajaman pilihan prioritas intervensi pembangunan bagi penjaminan ketersediaan dan berfungsinya lima determinan faktor kualitas kesehatan yang disebut dengan Lima Pilar Perdesaan Sehat, yaitu: Dokter Puskesmas bagi setiap Puskesmas, Bidan Desa bagi setiap desa, Air Bersih dan Sanitasi bagi setiap rumah tangga, serta Gizi seimbang terutama bagi ibu hamil, menyusui, bayi dan balita di seluruh perdesaan di daerah tertinggal.

Sasaran prioritas lokasi Perdesaan Sehat pada 158 Kabupaten Daerah Tertinggal yang memiliki nilai IPM kurang dari 72,2 (sasaran IPM Prioritas Nasional 10 pada tahun 2014) sekaligus memiliki nilai komposit Angka Harapan Hidup kurang dari 68,8 tahun (sasaran AHH rata-rata Daerah Tertinggal pada tahun 2014) berdasarkan basis data Susenas tahun 2010. (*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014