Mereka adalah 'mon cher'
Ankara (ANTARA News) - Perdana Menteri Turki dan kandidat presiden Recep Tayyip Erdogan, Minggu, mengolok-olok pesaing utamanya dalam pemilihan umum dengan julukan "mon cher" -- sebutan merendahkan yang dalam istilah Turki digunakan untuk menyebut kaum elit.

"Mereka bertanya kepada seorang kandidat apakah ia akan mengatasi masalah (pembangunan) jalan jika terpilih. Dia menjawab dia tidak ada hubungannya dengan jalan ... Mereka adalah mon cher tetapi kita adalah hamba sahaya," kata Erdogan di hadapan ribuan pendukungnya dalam sebuah aksi di provinsi bagian timur, Erzurum.

Di Turki, frasa Bahasa Prancis "mon cher" (sayangku) merupakan sebuah kata yang digunakan untuk mengejek seseorang, yang digunakan oleh Erdogan di masa lalu untuk menggambarkan para pensiunan diplomat Turki.

Pada Minggu, dia menggunakan istilah itu untuk merujuk kepada Ekmeleddin Ihsanoglu -- tokoh intelektual yang berbicara lembut dan dicalonkan oleh partai-partai oposisi utama untuk mengalahkan Erdogan dalam pemilihan umum presiden secara langsung pertama di negara tersebut pada bulan Agustus.

Ihsanoglu adalah mantan pimpinan Organisasi Kerja Sama Islam, organisasi kerja sama global bangsa Muslim, dan seorang ulama yang tidak merahasiakan kesetiaannya pada Islam.

Pencalonannya oleh Partai Rakyat Republik (CHP) dan Partai Gerakan Nasional, yang telah sering berjuang untuk melawan Erdogan, telah menyulut kekhawatiran di antara para pemilih sekuler.

Erdogan, yang telah mendominasi politik Turki selama lebih dari satu dasawarsa, dilihat jelas sebagai kandidat favorit dalam pemilihan umum 10 Agustus nanti.

Tetapi serangkaian krisis pada tahun lalu mulai dari protes massa di jalanan untuk skandal korupsi yang meluas telah mencederai citranya baik di dalam dan luar negeri.

Erdogan juga menghadapi kecaman untuk rencananya meningkatkan kekuasaan presiden, yang sampai sekarang hanyalah jabatan seremonial.

Namun demikian, Erdogan muncul dengan bersemangat pada Minggu, dan menyebut pemilihan umum mendatang "sebagai tonggak bersejarah menuju ke Turki baru", demikian laporan AFP.

(Uu.G003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014