Setiap penelitian, termasuk `quick count`, atau hitung cepat, didasari tanggung jawab etis dan metodologis,"
Semarang (ANTARA News) - Pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang Turnomo Rahardjo menilai berbagai "quick count" perolehan suara Pemilihan Umum Presiden 2014 perlu diuji publik.

"Setiap penelitian, termasuk quick count, atau hitung cepat, didasari tanggung jawab etis dan metodologis," katanya di Semarang, Rabu, menanggapi perbedaan quick count hasil Pilpres 2014.

Menurut dia, hasil penelitian, termasuk hitung cepat merupakan milik publik yang harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik, baik dari aspek etis maupun metodologis, yakni melalui uji publik.

Pengajar FISIP Undip itu menjelaskan asosiasi yang menaungi keberadaan lembaga-lembaga survei bisa "turun tangan" memfasilitasi penyelenggaraan uji publik atas hasil "quick count" dari setiap lembaga.

"Perlu dibuat semacam forum uji publik terhadap berbagai hasil quick count. Masing-masing lembaga survei menyampaikan hasil penelitiannya, metodologinya, dan sebagainya yang mungkin saja berbeda," katanya.

Ia mengakui perbedaan hasil "quick count" memang bisa terjadi dan sangat mungkin, karena metodologi yang diambil setiap lembaga bisa saja berbeda, termasuk pula sampel dan jumlah sampel yang berbeda.

"Quick count itu kan mengambil sampel-sampel. Kalau total itu kan penghitungan manual dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jadi, quick count memang sangat mungkin hasilnya berbeda-beda," jelasnya.

Antara hasil "quick count" dan hasil penghitungan manual dari KPU, kata dia, merupakan dua persoalan yang berbeda, sehingga uji publik untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian itu tetap perlu.

"Bahwa finalnya harus menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU itu pasti. Akan tetapi, lembaga-lembaga survei harus tetap mempertanggungjawabkan hasil quick count yang berbeda-beda tersebut," katanya.

Nantinya, Turnomo mengungkapkan masyarakat bisa menilai sendiri lembaga-lembaga survei yang profesional dan berintegritas melalui pengkajian metodologis yang berlangsung terbuka dan "fair".

Sebenarnya, kata dia, perbedaan hasil "quick count" merupakan hal yang biasa dalam penelitian atau aspek akademis, tetapi persoalannya tidak bisa dilepaskan dari adanya media-media yang bersikap partisan.

"Masyarakat kan bisa menilai mana media yang partisan, pada akhirnya mereka tidak memercayai media-media yang seperti itu. Apalagi, ketika mempublikasikan quick count yang ternyata hasilnya berbeda-beda," kata Turnomo.

(KR-ZLS/M008)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014