Rio de Janeiro, Brasil (ANTARA News) - Sekitar seribu orang pengunjung yang memadati pelataran monumen patung Yesus Sang Penebus (Cristo Redentor) di Rio de Janeiro, Jumat (Sabtu WIB) bernasib yang kurang beruntung.

Patung setinggi 38 meter yang berdiri kokoh di puncak bukit itu, diselimuti kabut tebal sejak pagi hari, membuat para turis tidak bisa mengabadikan kunjungan mereka dengan latar belakag ikon Brasil tersebut.

Dalam beberapa hari terakhir, cuaca memang kurang bersahabat dan hampir sepanjang hari turun hujan. Meski tidak terlalu lebat, hujan cukup mengganggu aktivitas warga, terutama aktivitas luar ruang.

Pengunjung yang sudah membayar tiket sebesar 50 real Brasil (Rp250 ribu) hanya bisa pasrah karena tidak bisa menyaksikan apa-apa, kecuali kabut tebal yang menghambat pemandangan.

Dalam kondisi normal, pelataran di kaki patung tersebut menyuguhkan pemandangan yang sungguh menakjubkan.

Pengunjung seperti berada di atas awan saat menyaksikan seluruh sudut kota Rio, termasuk pantai Copacabana dan Ipanema, stadion bersejarah Maracana, hutan lebat Pegunungan Serra da Tijuca, dan Teluk Guanabara.

Karena sebagian besar pengunjung tetap bertahan dengan harapan kabut teba segera menghilang, mengakibatkan terjadinya penumpukan orang karena pengunjung dari bawah juga terus berdatangan.

Julti Bida, reporter dari Trans7, akhirnya putus asa karena sudah berusaha berkali-kali membuat rekaman untuk laporan dengan latar belakang patung Cristo, tapi dalam dalam beberapa detik kemudian kabut kembali menghambat pemandangan.

"Besok saya akan kesini lagi sambil menunggu cuaca cerah. Rugi kalau kesini tidak dapat gambar bagus," kata pria asal Toraja itu.

Sambil menunggu cuaca membaik, puluhan pendukung Argentina tampak bercanda dengan sesama mereka, dan mengajak pengunjung lain untuk bernyanyi bersama.

Mereka kemudian berusaha menggoda seorang pendukung Jerman yang sedang diwawancarai oleh reporter televisi lokal Brasil yang menanyakan prediksi pertandingan final antara Argentina dan Jerman di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Minggu (Senin dinihari WIB).

Francois, turis asal Perancis juga menyatakan bahwa ia harus kembali lagi ke patung Cristo bila cuaca sudah membaik karena ia menginginkan hasil foto yang sempurna.

"Tidak berkunjung ke Cristo sama juga berkunjung ke Paris tapi tidak mampir ke menara Eiffel. Besok saya kesini lagi, mudah-mudahan cuaca cerah," kata Francois yang mengakui pernah berwisata surfing ke Mentawai, Sumatera Barat empat tahun silam.

Setelah menunggu berjam-jam dan tidak ada tanda-tanda cuaca akan membaik, satu persatu pengunjung pun dengan berat hati harus kembali turun.

Sebagian dari mereka masih bisa berfoto dengan latar belakang patung Cristo saat tersingkap dari kabut untuk beberapa saat. Tapi pemandangan ke arah kota Rio de Janeiro benar-benar tertutup kabut tebal.

Identitas Brasil
Cristo Redentor yang berdiri di puncak bukit Corcovado dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut, tidak hanya menjadi ikon kota Rio, tapi sudah menjadi identitas Brasil.

Posisi dengan kedua tangan membentang dipilih dengan alasan karena melambangkan perdamaian.

Patung yang dibangun arsitek Paul Landowski dan Heitor da Silva pada 1922 dan dibuka secara resmi pada 1931 dan patung ini setiap tahun dikunjungi lebih dari dua juta orang.

Wajah patung diciptakan oleh pemahat Rumania Gheorghe Leonida, kelahiran 1893 yang belajar seni pahat di Fine Arts Conservatory di Bukarest.

Landowski tertarik untuk mengajak Leonida dalam tim pembuatan patung Cristo setelah ia meraih penghargaan atas karyanya Le Diable (Devil) dan sekaligus melambungkan namanya sebagai pemahat.

Posisi yang tinggi dan menjulang diatas bukit membuat patung tersebut rawan disambar petir, seperti yang pernah terjadi pada Februari 2008.

Sambaran petir saat terjadi hujan badai, merusak bagian jari, kepala dan alis mata. Setelah diperbaiki, petir kembali menyambar pada Januari 2014 dan kali ini merusak jari dan tangan kanan.

Turis yang akan ke patung Cristo bisa menggunakan trem dari distrik Cosme Velho di kaki bukit Corcovado dengan lama perjalanan sekitar 15 menit.

Dari stasiun perhentian trem, pengunjung masih harus berjalan lagi dan menaiki 200 anak tangga sebelum sampai di pelataran di kaki patung.

Tapi sejak 2003, sudah tersedia lift dan pengunjung yang sudah berusia lanjut dan tidak kuat menaiki ratusan anak tangga, bisa memanfaatkan lift tersebut.

Pewarta: Atman Ahdiat dari Rio de Janeiro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014