Jakarta (ANTARA News) - Sudan menawarkan para pengusaha Indonesia untuk berinvestasi di sektor energi yang dipandang paling menarik dan sektor-sektor terkait lainnya seperti pembangkit tenaga listrik panas bumi, air dan sumber-sumber terbarukan.

"Sesuai dengan Rencana Energi Nasional yang dibuat Pemerintah, Sudan berencana meningkatkan kapasitas generasi pembangkit tenaga listriknya," kata Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Abd Alrahim Alsiddig Mohamed Omer, di Jakarta Sabtu.

Ia mengemukakan hal itu dalam forum yang diselenggarakan oleh Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) dan Pusat Kajian Asia Tenggara (CSEAS) Indonesia, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, yakni "Ramadhan Dialogue Series" dengan pembicara sejumlah duta besar dari Afrika, termasuk Sudan.

Sejumlah pejabat dari Kementerian Luar Negeri, wartawan dan mahasiswa menghadiri forum tersebut.

Dubes Abd Alrahim mengatakan Sudan memerlukan lebih banyak pembangkit listrik karena itu pemerintah telah mengundang para investor, termasuk dari Indonesia untuk berbisnis sebagai produsen tenaga listrik independen.

Pertamina dan Medco Energi Internasional tercatat sebagai investor dari Indonesia yang menanam modal dalam eksplorasi minyak di Sudan.

Sejumlah perusahaan dari Tiongkok, Malaysia, Jepang, Kanada, Swedia, Australia, Prancis, Inggris, Rusia, Turki saat ini aktif menjadi investor di Sudan yang berlokasi strategis karena jaraknya dekat dengan pasar Timur Tengah dan Eropa.

"Kami juga menawarkan peluang investasi di berbagai bidang seperti pertanian, peternakan, pariwisata dan industri lainnya," kata dia.

Menurut dia, Pemerintah ingin menjadikan Sudan sebagai pusat investasi bagi perusahaan-perusahaan untuk memasarkan produk-produk mereka ke pasar-pasar tersebut dan juga pasar non-tradisional di Afrika dengan jumlah penduduk satu miliar.

Dia mengatakan Tiongkok telah memilih untuk investasi di sektor teknologi informasi di Sudan pada 1990-an dan Malaysia mengikuti langkahnya lewat perusahaan minyak dan gas Petronas.

"Perusahaan-perusahaan kedua negara itu saat ini berkembang hingga ke negara-negara lain mulai dari Sudan yang berbatasan dengan sejumlah negara seperti Mesir, Libya, Chad, Republik Sudan Selatan, Etiopia, Eriteria dan Arab Saudi," katanya.

Dubes Abd Alrahim mengatakan perusahaan-perusahaan swasta Indonesia dapat menanam modal mereka dengan insentif yang diberikan pemerintah Sudan.

Indonesia dan Sudan telah menjalin kerja sama ekonomi didasarkan atas persetujuan-persetujuan yang ditandatangani pada Pertemuan Komisi Bersama Indonesia-Sudan pada Februari 1998 di Khartoum.

Persetujuan-persetjuan tersebut meliputi Perjanjian Perdagangan, Penghindaran Pajak Berganda, Promosi dan Perlindungan Investasi dan sejumlah MOU terkait dengan kerja sama di sektor pariwaisata, telekomunikasi, pertanian dan perikanan.

Hubungan perdagangan antara Indonesia dan Sudan merupakan bagian dari suaha Indonesia untuk memperluas pasar ekspor non tradisionalnya ke Afrika.

Indonesia mengeskpor komoditas non-oil dan gas ke Sudan berupa kertas tulis, batere kendaraan, semen, furnitur dan pakaian jadi sementara impor utama Indonesia dari Sudan kapas.

Untuk menjamin industri tekstil dan keamanan pangannya, Indonesia menyatakan ketertarikan untuk menanam modal di sektor pertanian dan perladangan di Sudan, khususnya kapas, gula dan padi.

Pewarta: Mohammad Anthoni
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014