Kota Gaza (ANTARA News) - Aamer Al-Khour, warga Jalur Gaza yang berusia 33 tahun, menempuh bahaya dan keluar rumahnya untuk membeli air buat keluarganya.

Sementara itu warga Jalur Gaza menderita akibat kekurangan air parah dan pemadaman listrik sejak awal agresi militer Israel terhadap jalur tersebut pada Selasa (8/7).

Al-Khour, yang berjalan sejauh dua kilometer ke Permukiman Sabra di bagian baratdaya Jalur Gaza untuk memperoleh air, mengatakan, "Air di rumah saya sangat asin dan tak bisa diminum. Jadi saya harus berjalan sejauh ini untuk memperoleh air yang bisa diminum buat istri saya dan tiga anak saya."

Al-KHour mengatakan selain kekurangan air, keluarganya juga menderita akibat bertambahnya jam pemadaman listrik dan kekurangan pasokan listrik.

Seperti juga Al-Khour, kebanyakan warga di Kota Gaza harus membeli air dari truk-air kecil yang memasok warga dengan air desalinasi yang bisa diminum.

"Sebelum perang di Jalur Gaza, saya biasa membeli sebanyak 1.000 liter air minum dari mobil air. Tapi selama berhari-hari serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza, mobil air tak bisa datang lagi ke permukiman kami, sehingga saya harus memperoleh sendiri air minum buat keluarga saya," kata Al-Khour, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam.

Israel telah melancarkan serangan udara terhadap Jalur Gaza setiap waktu. Bukan hanya rumah hancur akibat agresi Yahudi itu, tapi juga banyak prasarana, dan sistem air serta pembuangan di seluruh daerah kantung tersebut rusak parah, kata beberapa pejabat di Jalur Gaza.

Agresi militer Israel juga telah menghancurkan suasa hati umat Muslim Jalur Gaza saat kedatangan Bulan Suci Ramadha. Sebelum dan sejak puasa Ramadhan dimulai pada penghujung Juni, 14 anggota keluarga Abu Taleb menyantap makanan bersama di ruang makan keluarga mereka di Kota Beit Lahia di bagian utara Jalur Gaza.

Tapi kini mereka dipaksa menikmati makanan berbuka puasa di tenda di dekat reruntuhan tumah mereka, yang tadinya memiliki dua lantai tapi sekarang hancur selama serangan udara gencar Israel.

Samer Abu Taleb (33) memberitahu Xinhua, "Bukan hanya pada Bulan Suci Ramadhan ... seluruh hidup kami sepanjang tahun ini bertambah buruk ... tak seorang pun membayangkan pada satu hari terbangun dari tidur di jalanan, hanya memiliki pakaian yang melekat di badan."

Samer, bersama istrinya, empat anak mereka dan saudaranya serta ayahnya, semuanya cedera sewaktu mereka menyelamatkan diri selama serangan udara Israel.

"Sungguh berat menyaksikan dari jauh bom menghancurkan rumah kami sementara kami tak berdaya dan tak bisa berbuat apa pun juga untuk menghentikan mereka. Saat paling berat ialah ketika rumah kami rata dengan tanah," kata Samer, yang kini tinggal di tenda dan telah mengirim kedua orang tuanya ke kerabatnya.

Selain rumahnya rata dengan tanah, taksi Samer yang diparkir di luar bangunan juga hancur. "Saya kehilangan semuanya; rumah, furnitur dan mobil saya --satu-satunya sumber nafkah saya," kata Samer.

"Akhirnya yang bisa saya katakan ialah Alhamdulillah tak seorang pun dari keluarga saya yang meninggal. Saya, istri saya, anak kami, orang tua kami dan saudara-saudari saya, semuanya, selamat," kata Samer. Sementara itu banyak keluarga lain kehilangan segalanya, termasuk nyawa mereka.

"Israel telah menyerang Jalur Gaza siang dan malam, dan menghancurkan prasarana. Saya percaya jika serangan ini terus berlanjut selama satu atau dua pekan lagi, krisis kemanusiaan besar dapat menyebar setiap waktu," kata Aamer Al-Khour, warga Jalur Gaza yang harus menempuh dua kilometer untuk memperoleh air minum. Ia telah mengisi jerigen airnya dan terus berjalan pulang.

Sewak Al-Khour mengisi jerigennya, beberapa anak kecil berkumpul di sekitar dia dan menunjuk ke arah beberapa pesawat tanpa awak milik Israel yang terbang dan melakukan pengintaian di udara. Sementara itu, suara ledakan keras terdengar di satu permukiman yang berdekatan.

Dinas pengairan Jalur Gaza mengumumkan di dalam satu pernyataan pers dua hari sebelumnya lembaga tersebut memutuskan untuk menghentikan semua kegiatannya di Jalur Gaza setelah awaknya di lapangan dijadikan sasaran oleh roket yang ditembakkan jet Israel.

Pernyataan itu menuduh Israel mengincar staf kota praja dan pengairan dengan sengaja. Seorang stafnya, kata lembaga tersebut, tewas dan seorang lagi cedera dalam dua serangan udara terpisah di bagian tengah dan selatan Jalur Gaza.

Sementara itu Kementerian Dalam Negeri di Jalur Gaza menyatakan Israel telah menghancurkan sebanyak 200 rumah dan menewaskan tak kurang dari 166 orang Palestina sejak Israel memulai "Operation Protective Edge" pada Selasa (8/7) "untuk menghentikan serangan roket dari Jalur Gaza ke Israel".

Militer Israel menyatakan serangan udaranya di Jalur Gaza "ditujukan kepada rumah milik anggota HAMAS dan Jihad Islam, sebab mereka menggunakan bangunan tempat tinggal untuk menyimpan senjata dan menembakkan roket ke dalam wilayah Israel dari daerah yang berdekatan".

Namun Samer membantah pernyataan Israel tersebut. Ia berkata, "Tak satu peluru pun ditembakkan dari rumah kami ke dalam wilayah Israel ... Rumah kami di tempat terbuka dan drone Israel dapat dengan mudah melihatnya. (Rumah) itu hanya berjarak dua kilometer dari pagar perbatasan dengan Israel."

(C003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014