Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Swadaya Masyarakat Remotivi menemukan bahwa dalam tiga sinetron Ramadhan 2013 yang ditayangkan di televisi semuanya mencerminkan hilangnya otonomi perempuan.

"Perempuan tidak punya kehendak bebas untuk menentukan diri mereka sendiri," kata Roy Thaniago, Direktur Remotivi, yang juga meneliti sinetron tersebut.

Itu lah kesimpulan penelitian Remotivi terhadap sinetron "Anak-Anak Manusia", "Para Pencari Tuhan 7", dan "Hanys Tuhan-lah yang Tahu" yang ditayangkan oleh tiga stasiun televisi swasta yang berbeda bulan Ramadhan tahun lalu.

Keputusan-keputusan yang diambil oleh tokoh-tokoh perempuan dalam ketiga sinetron tersebut ditentukan oleh orang lain. Otonomi pada tokoh perempuan bersifat pemberian.

"Otonomi atau kehendak tidak melekat secara alamiah pada perempuan, tapi pemberian," katanya saat ditemui di Komnas Perempuan.

Hilangnya otonomi perempuan di sinetron disebabkan oleh adanya bias gender. Roy Thaniago menemukan bahwa perempuan muncul pada adegan domestik seperti berbelanja atau mengantarkan minuman.

"Ketika orang tidak punya otonomi, otomatis relasinya timpang. Tidak setara dengan laki-laki," jelasnya.

Lemahnya otonomi perempuan di media sinetron membuat upaya sosialisasi kesetaraan gender sulit. Padahal menurut Roy, sinetron merupakan media yang lentur dalam edukasi kesetaraan gender. Sinetron dapat membangum cerita yang berujung pada pendidikan tertentu.

Kajian berjudul "Perempuan Tanpa Otonomi: Wajah Ideologi Dominan dalam Sinetron Ramadhan" tidak serta-merta menyamakan sinetron Ramadhan pasti bernuansa Islam.

Roy menemukan dalam tiga sinetron yang mereka teliti, hanya "Para Pencari Tuhan" yang mengembangkan cerita berdasarkan ajaran yang ingin disampaikan.

Sementara "Anak-Anak Manusia" dan "Hanya Tuhan-lah yang Tahu" bercorak universal. Islam hadir dalam simbol seperti pakaian atau ucapan yang berbahasa Arab.

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014