Sejumlah risiko global maupun domestik mengharuskan perlunya kebijakan stabilisasi dilanjutkan untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan,"
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan stabilisasi ekonomi pada 2014 untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan di tengah sejumlah risiko global maupun domestik.

"Sejumlah risiko global maupun domestik mengharuskan perlunya kebijakan stabilisasi dilanjutkan untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo dalam pertemuan dengan pemimpin media massa nasional di Jakarta, Rabu malam.

Agus menjelaskan kebijakan stabilisasi selama ini telah menunjukkan efektivitasnya antara lain peningkatan BI Rate yang kini sebesar 7,5 persen berdampak pada menurunnya laju pertumbuhan kredit.

Selain itu, kebijakan peningkatan BI Rate dan depresiasi rupiah, berdampak pada perbaikan defisit transaksi berjalan non-migas. Defisit 10,66 miliar dolar AS pada kuartal IV/2013 diproyeksikan menjadi 7,37 miliar dolar AS pada kuartal IV/2914.

"Perbaikan transaksi berjalan non-migas yang bersumber dari turunnya impor mencerminkan berjalannya proses stabilisasi ekonomi," kata Agus.

Kebijakan stabilisasi itu juga membuat ekspor non-sumber daya alam (SDA) menunjukkan kecenderungan meningkat ditopang oleh membaiknya "term of trade" sektor manufaktur yang dipengaruhi oleh depresiasi rupiah.

"Di tengah tren menurunnya eskpor komoditas primer, ekspor produk manufaktur antara lain TPT, produk kimia, mesin dan mekanik, menunjukkan tren peningkatan. Sektor manufaktur sensitif terhadap kurs," katanya.

Agus juga mengatakan, kenaikan suku bunga di Indonesia, yang lebih awal dibandingkan dengan negara lain, kecuali Brasil,sebagai respons "pre-emptive" terhadap risiko tekanan inflasi dan defisit transaksi berjalan, telah mengembalikan tingkat kepercayaan investor antara lain ditandai dengan masuknya arus modal hingga Juli 2014 mencapai Rp144,8 triliun, sementara pada 2013 hanya Rp35,98 triliun.

"Arus modal masuk mendorong yield Surat Utang Negara (SUN) menurun dari 9,1 persen pada akhir 2013 menjadi 8,0 persen pada Juli 2014," katanya.

Namun, menurut Gubernur BI, dalam menjaga tingkat bunga acuan atau BI Rate itu ada sejumlah risiko yang dihadapi yakni peningkatan suku bunga bank sentral AS, The Fed, pelebaran defisit transaksi berjalan dan peningkatan inflasi.

Ia mengatakan, BI tetap menjaga agar inflasi tahun ini sebesar 4,0 persen plus minus 1,0 persen, pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berimbang serta defisit transaksi berjalan yang "sustainable".

Untuk itu, katanya, diperlukan percepatan implementasi berbagai program kebijakan struktural guna menurunkan defisit neraca transaksi berjalan serta peningkatan kapasitas, produktifitas dan daya saing perekonomian melaluipercepatan pembangunan infrastruktur.
(A023/N002)

Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014